Lihat ke Halaman Asli

Herry Mardianto

TERVERIFIKASI

Penulis

Peneliti, Superman, dan Buku Pintar Sastra Jawa

Diperbarui: 10 Desember 2024   10:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diskusi di JLC/Foto: dokpri Hermard

Saat duduk di sekolah dasar dan ditanya apa cita-cita setelah besar nanti, pasti anak-anak, termasuk sebagian besar dari kita (tak usah malu-malulah mengakui), spontan menjawab ingin menjadi dokter, pilot, dan polisi. Dalam angan mereka (dan kita), menjadi dokter sangat menyenangkan, menyuntik orang sakit lalu sembuh. Pilot naik pesawat kemana-mana sambil mengantarkan orang berpergian. Polisi terlihat gagah di balik seragam mereka, bangga bisa menangkap penjahat.

Tidak pernah sekalipun anak-anak menjawab ingin jadi peneliti. Karena tidak terpikirkan di angan-angan mereka: peneliti itu apa, kerjanya bagaimana. 

Bahkan sosok peneliti tak tergapai, tidak terbayangkan, terlebih terdefinisikan. Kalah dengan cita-cita absurd sekalipun, misalnya, ingin jadi Superman biar bisa terbang sesuka hati.

Diskusi para peneliti/Foto: rekayasa AI - dokpri Hermard

Saat SMP saya beranggapan kerja peneliti seperti petugas sensus, melakukan pendataan, pencatatan. Atau serupa wartawan, melakukan wawancara dan hasilnya dituliskan.

Duduk di bangku SMA, saya mengambil jurusan ilmu pasti agar bisa kuliah di Fakultas Biologi. Tapi cita-cita itu kandas karena dendam terhadap guru bahasa Indonesia yang memberikan nilai pelajaran Bahasa Indonesia di rapor jauh dari prediksi. 

Demi membuktikan bahwa saya mampu berbahasa Indonesia, dan nilai dari guru tidak beralasan, maka akhirnya kuliah di Fakultas Sastra (awal tahun 1980-an) dengan pengalihan cita-cita dari ahli biologi menjadi penulis atau jurnalis.

Karya terbaik SH Mintardja di kios persewaan komik/majalah/Foto: dokpri Hermard

Saat kuliah semester empat, diminta membantu dosen menyambangi kios-kios penyewaan majalah dan komik yang saat itu menjamur di Yogyakarta. 

Kios-kios kecil tersebut biasanya nyempil di antara deretan kios-kios lainnya, menyewakan berbagai komik (Si Buta dari Gua Hantu, Donald Bebek, Gundala, Godam, Tintin); majalah, cerita silat Kho Ping Hoo, Api di Bukit Menoreh, Nagasasra Sabuk Inten, dan lainnya. 

Kios penyewaan mewajibkan penyewa memiliki kartu anggota. Di kartu tercatat tanggal kapan harus kembali dan biaya penyewaan. Penyewa diminta meninggalkan identitas (kartu mahasiswa) atau uang jaminan.

Bu Dosen menugasi saya menyewa dan mencatat novelet-novelet yang ada di kios-kios penyewaan. Beberapa novelet sebagai sisipan majalah Kartini dan Femina saya dapatkan. 

Termasuk beberapa novelet yang diterbitkan. Novelet yang diperoleh antara lain karya Niken Pratiwi, Marga T, Agnes Yani Sardjono, Mira W, Montinggo Busye, dan Remy Silado. Novelet sewaan itu lalu difoto kopi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline