Jalan tanah yang bergelombang selebar empat meteran, membelah persawahan di Ngaran, Margokaton, Seyegan, Sleman, tiba-tiba menjadi riuh. Anak-anak dan orang dewasa bersliweran dan saling membantu menerbangkan layangan berbagai bentuk dan ukuran. Selama dua hari (12-13/10/2024), langit padukuhan Ngaran dihiasi puluhan bahkan ratusan layangan tradisional dan modifikasi. Ada yang berbentuk garuda, wayang, gerobak sapi, boneka, ikan paus, Tom Jerry dan lainnya.
Layangan hias berukuran besar menyerupai seorang wanita, diberi ekor panjang, sehingga saat berada di ketinggian, ekornya bergerak gemulai, menjelma bak seorang perempuan, menari dinamis di udara. Sesekali terdengar sorakan tertahan ketika ada layangan yang tiba-tiba tatas (putus) atau menyiruk tajam ke persawahan.
Begitulah keseruan kegiatan Ngaran Kite Festival (NKF) #4, diselenggarakan di desa Ngaran, Margokaton, Seyegan, Sleman. Setidaknya ini merupakan bukti bahwa Yogyakarta sebagai kota budaya didukung pula oleh masyarakat pinggiran yang berada di wilayah pedesaan.
Keunikan lain, umumnya festival layang-layang diadakan di pantai, tapi di NKF, layang-layang diterbangkan di hamparan sawah menghijau. Terdapat juga petak-petak sawah di sekitar lokasi yang tidak ditanami, alias dibiarkan menjadi syurga bagi rerumputan, sebagian lagi bongkahan tanah kering . Eloknya lagi, acara tidak hanya dipenuhi workshop maupun lomba layang-layang, tapi terjadwal pula kegiatan pentas seni, tradisi, dan budaya.
Situasi ini sesuai dengan harapan Anggit Bimanyu, Lurah Margokaton, agar festival layang-layang dapat berdampingan dengan peristiwa kebudayaan. Ia secara khusus menyampaikan ucapan terima kasih atas kolaborasi berbagai pihak, utamanya Komunitas Kandang Kebo yang mengajak dan memandu masyarakat dalam melacak jejak para leluhur dengan blusukan ke situs-situs sejarah dan makam kuno.
Masyarakat diperkenalkan dengan peninggalan pilar Belanda, yoni, nisan kuno, dan sendang. Maria Tri Widayati dan Minta Harsana, founder Komunitas Kandang Kebo, tampak di antara peserta blusukan sejarah.
Dari pengamatan Komunitas Kandang Kebo, padukuhan Ngaran menyimpan jejak arkeologis dari zaman prasejarah, periode klasik, Islam, kolonial, sampai periode kemerdekaan.
Pelaksanaan NKF selalu mengangkat tema berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan pelestarian alam. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena sejak semula panitia NKF berkeinginan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap warisan budaya dan nilai- nilai persatuan dan kemasyarakatan. Hal ini ditempuh dengan cara mengenalkan sawah kepada generasi muda dan melestarikan tradisi lewat permainan layang-layang.
Tema yang diusung dari tahun ke tahun pun tidak kalah menarik: "Kepedulian tentang Bahaya Sampah Plastik" (2022), "Akar Tumbuh Budaya Tangguh" (2023), dan "HOPE: Humans on Planet Earth" (2024).
Tema NKF #4 bertujuan mengingatkan bahwa meskipun berasal dari latar belakang berbeda, manusia hidup di bumi atau planet yang sama, sehingga memiliki tanggung jawab bersama. Termasuk dalam menghadapi tantangan global, mulai dari krisis, perang, perubahan iklim, degradasi sosial budaya, hingga konflik kepentingan politik.
Pelaksanaan NKF #4 merupakan bagian dari acara Sleman Creative Week dengan berbagai acara unggulan, antara lain eksibisi layang-layang, workshop melukis, talk show kesejarahan, musik, pemutaran film, tari, karawitan, dan wayang thengul.