Lihat ke Halaman Asli

Herry Mardianto

TERVERIFIKASI

Penulis

Mengintip Eksotika Pasar Tradisional Melalui Mata Perempuan

Diperbarui: 20 Agustus 2024   22:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Instragramable  pasar kliwon Cebonganl/Foto: Yupi

Bagi Yuli Purwati, perempuan paruh baya, pasar tradisional   di pelosok desa merupakan memori, romansa yang paling membahagiakan. Aura pasar tradisional harus dijaga, meskipun mungkin saja akan hilang di masa mendatang.  Kesadaran akan "kehilangan" pasar tradisional sudah diyakini Yuli Purwati (kerap disapa Yupi) sejak beberapa tahun silam.

"Pasar tradisional mungkin akan kalah bersaing dengan kehadiran supermarket dan pasar rakyat modern. Tapi saya yakin pasar tradisional yang berada di pelosok desa  masih bisa bertahan," papar Yupi.

Kesenangan terhadap pasar tradisional karena saat kanak-kanak, terutama pada menjelang lebaran,  sering diajak Simbah Putri   ke pasar Nggesikan (Ngluwar) berjualan wade---kain batik/jarik dan keperluan berbusana perempuan.

Perempuan bernama Yupi/Foto: Endro

Ketika sudah berkeluarga, perempuan yang sering menggubah puisi menjadi lagu ini, semakin tergila-gila terhadap pasar. Hal ini didukung oleh kegemaran Mas Endro, suami, yang hobi berburu barang bekas, lawasan

Oleh sebab itu acara blusukan ke pasar-pasar tradisional kian menjadi kegiatan rutin yang menyenangkan. Terlebih mereka tinggal di perbatasan terluar Sleman (Yogyakarta) dan Ngluwar (Magelang, Jawa Tengah), tepatnya di Beteng, Bligo, Ngluwar, Magelang.  

Dari sini mereka bebas menyusuri pasar tradisional yang berada di wilayah seputaran Sleman maupun Magelang. Semula perempuan yang juga relawan bencana alam ini hanya duduk menunggui sang suami saat mencari barang lawasan

Tapi lama-kelamaan timbul hasrat mengabadikan kehidupan di pasar tradisional. Kemudian menjadi lapar mata mencari objek-objek dan kejadian-kejadian  menarik berkaitan dengan aktivitas wong ndeso di pasar tradisional. Momen-momen keriuhan, tawar-menawar, kehangatan kebersamaan, keramahan wong cilik, dijadikan bidikan instagramabel.

"Bagi saya, sesuatu yang instagramable itu bukan hanya berkaitan dengan tempat-tempat yang indah, mewah. Meskipun pasar tradisional terkesan kumuh, kotor, tetapi selalu ada objek-objek unik yang layak tayang di media sosial, sangat instagramable. Saya memberi rekomendasi pasar tradisional untuk menghasilkan foto-foto human interest," ujar Yupi.

Rumah di Bligo, Ngluwar/Foto: Hermard

Perempuan penyuka tanaman hias itu tidak sekadar mengahsilkan foto-foto human interest, tetapi ia juga berusaha membagikan pengetahuan mengenai tradisi/budaya tentang kehidupan masyarakat desa. 

Saat mengabadikan foto seorang penjual ayam di pasar Cebongan (Sleman) pas pasaran Kliwon, Yupi memberikan catatan bahwa ayam tersebut pasti hendak dijual. Sebagai penandanya   ekor ayam ditaruh di depan. 

Memang seperti itulah kode yang dipahami masyarakat desa jika ayam hendak dijual ke pasar. Cara itu merupakan petunjuk praktis (tak tertulis),  turun temurun,  yang dilakukan masyarakat pedesaan di Jawa. Terkadang belum sampai pasar, ayam sudah ditawar dan dibeli orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline