"Sebenarnya Mas Iman Budhi Santosa (IBS), sastrawan senior Yogyakarta, kurang berkenan ketika diundang ke Magetan. Ia merasa sudah tidak mempunyai kedekatan emosi, meskipun banyak memori tertanam di tanah kelahirannya. Kenangannya banyak yang pedih karena rumah Embah (nenek)-nya pun sudah tidak ada...," jelas Cak Kandar (26/7/2024) saat menyambangi Omah Ampiran, Randugowang, Sleman, Yogyakarta.
Meskipun begitu, seperti dituliskan Cak Kandar (Sukandar Sutandharu), orang nomor satu di penerbit Interlude, dalam akun instagramnya, walaupun owel (keberatan) ke Magetan, diam-diam IBS menyiapkan naskah untuk rencana itu.
Hanya saja kemudian pandemi melanda, sampai akhirnya IBS menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa (10 Desember 2020). Banyak hal kemudian tertunda dan berubah.
Pada Desember 2023, atas inisiasi teman-teman Magetan, Ki Sugito HS dan @dbuku_org, terwujudlah gelaran Festival Sastra Iman Budhi Santosa. Semua ubarampe telah disiapkan: diskusi/bedah buku, pembacaan/musikalisasi puisi karya IBS, dan workshop penulisan.
Magetan: Bumi Kelahiran dengan hanya meletakkan logo mesin ketik. Kami diberi kesempatan hadir berbagi kisah di gelaran festival Dbuku, Magetan, akhir tahun 2023," papar Cak Kandar.
"Kami, akhirnya nunut mulya berkat naskah yang dulu hendak dikepyakake di Magetan bersama IBS. Diajak menerbitkan memoar IBS lewat bukuKemudian Cak Kandar bersama enam orang lainnya dari Yogyakarta, di antaranya Hasta Indrayana, Latief S Nugraha, dan Wage Daksinarga, turut napak tilas tanah kelahiran IBS.
Menyusuri alun-alun kota Magetan yang sudah tidak lagi banyak ditumbuhi kalakanji (tanaman rumput) seperti zaman IBS kecil. Melihat tempat-tempat yang sering didongengkan IBS saat di sor sawo Dipowinatan (runah kontrakan di Yogya), menapaki Jalan Kemasan (dulu menjadi alamat IBS di Magetan). Menyaksikan Masjid Agung, Sungai Gandong, makam-makam yang sering dikisahkan IBS. Tentu dengan wajah yang sudah amat sangat berbeda.
Buku Magetan: Bumi Kelahiran (2023), menjadi berkah atas pertautan Cak Kandar (dan Interlude) dengan IBS. Menjadi bukti betapa IBS layak dicatat dan diingat jejak tapak hidupnya, karya-karyanya.
Siapa pun penyair dan sastrawan Yogyakarta tentu mengenal dengan baik sosok IBS, penyair kelahiran 28 Maret 1948 sebagai anak tunggal pasangan Iman Sukandar dan Hartiyatim.
Ia turut serta mandegani keberlangsungan Persada Studi Klub (PSK) bersama Umbu Landu Paranggi, Soeparno S Adhy, Emha Ainun Nadjib, Teguh Ranusastra Asmara, Ragil Suwarna Pragolapati, Mugiyono Gito Warsono, dan M. Ipan Sugiyanto Sugito.
Banyak mahasiswa, sastrawan muda, penyair, penggiat sastra yang nyantrik, ngangsu kaweruh di bawah pohon sawo (sor sawo) Dipowinatan.