Lihat ke Halaman Asli

Herry Mardianto

TERVERIFIKASI

Penulis

Herlinatiens di Antara Puisi dan Prosa

Diperbarui: 25 Juni 2024   08:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyimak Herlinatiens/Foto: Hermard

Meskipun banyak karya sastra yang lahir dari tangannya, tapi perempuan penyuka kopi ini lebih bahagia dikenal sebagai penulis dari pada novelis, cerpenis, atau penyair.

"Ini terjadi karena saya memang senang menulis, terlebih menulis sesuatu yang menghasilkan. Saya tidak pernah mengklaim diri  sebagai sastrawan, meskipun saya sudah menulis novel, cerpen, dan puisi," jelas Herlinatiens saat memaparkan pengalamannya (22/6/2024) di KopiRite Cafe dalam kelas menulis yang digagas pitkuningjogja, bertemakan Menulis sebagai Healing.

Novel pertamanya,  Garis Tepi Seorang Lesbian (Galang Press, 2003) mendapat berbagai tanggapan dari pembaca, baik yang pro maupun kontra. Bahkan ada yang menilai bahwa seorang Herlinatiens tak layak menulis novel itu karena dia bukan seorang lesbian.

Lepas dari berbagai pendapat itu, Herlinatiens sangat terkesan dengan pengungkapan Budi Darma bahwa Garis Tepi Seorang Lesbian disampaikan dengan sangat liris, puitis, bermain dengan kekayaan majas.

Karya Herlinatiens yang lain adalah Dejavu; Sayap yang Pecah (Galang Press, 2004), Jilbab Britney Spears (Pustaka Anggrek, 2004), Malam untuk Soe Hok Gie (Galang Press, 2005), Rebonding (Pustaka Anggrek, 2005), Sajak Cinta; Yang Pertama (Bayumedia, 2005), Broken Heart; Psikopop (Pustaka Anggrek, 2005), Koella (Diva Press, 2012),  Sebuah Cinta yang Menangis (Diva Press, 2012), dan Kereta-kereta di Kepala Zialo (Galeri Buku Jakarta, 2020).

Puisi dan luka jiwa/Foto: Hermard

Puisi merupakan tulisan pertamanya saat sekolah dasar. Ketika  SMP menerima pesanan menulis surat cinta dari teman-teman sekolah dan karena kekurangan uang saku, maka Herlinatiens menerima uang jajan dari teman-teman yang memesan surat cinta.

"Kalau saya ditanya apa tujuan menulis, maka jawabannya adalah untuk berdialog dengan diri sendiri karena awalnya saya adalah orang yang minderan dan tidak bisa berbincang dengan teman sekitar. Menulis bisa menyembuhkan banyak luka dalam diri sendiri," jelas ibu dari seorang anak perempuan bernama Pari.

Dalam perjalanannya, Herlina tidak mengawali menulis dari media massa (koran) seperti kebanyakan  penulis lain.  Saat membantu di pers mahasiswa pun ia tidak dipercaya kalau mampu menulis, sehingga ditempatkan di bagian litbang atau peningkatan SDM. 

Meskipun tidak pernah menulis di media massa, ia berani menantang penerbit untuk membaca karya-karyanya yang berbeda dengan orang lain, menawarkan kebaruan-kebaruan. 

Cerpennya "Gomura", misalnya, membuat salah seorang editor penerbitan begitu terkagum-kagum dan bersedia menerbitkan karya-karya Herlinatiens.

Kelas kecil KopiRite/Foto: Hermard

Menulis pasti memerlukan ide dan data. Menulis merupakan pengalaman yang kita temukan sendiri, dengar, atau meminjam pengalaman orang lain. 

"Karena menulis merupakan passion, sesuatu yang menggerakan saya, maka saya tidak pernah mengharapkan uang dari situ. Kalau ada yang tanya pekerjaan saya apa, maka saya akan menjawab bahwa pekerjaan saya sangat acak. Saya juga mendampingi orang-orang dalam kasus-kasus tertentu yang bisa saja membuat perut saya mual," tutur Herlina sambil mengingat bagaimana pengeboman di Kalimantan.

Bukan hanya kejadian-kejadian yang bisa membuat Herlina tidak doyan makan, membaca berita-berita tertentu pun mampu "menghabisi" dirinya secara personal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline