Lihat ke Halaman Asli

Herry Mardianto

TERVERIFIKASI

Penulis

Yogya Terus Berdetak lewat Komunitas dan Temu Karya Sastra

Diperbarui: 8 Juni 2024   17:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosialisasi Temu Karya Sastra/Foto: Disbud DIY

Tidak dapat dipungkiri bahwa sematan Yogyakarta sebagai kota budaya, menyebabkan berbagai institusi (dalam artian pengayom), terus menghidupkan kegiatan kesastraan/kebudayaan lewat agenda tahunan maupun temporer. 

Kepengayoman dalam dunia kesenian, khususnya kesastraan menjadi sangat penting karena adanya korelasi tak terpisahkan antara sastrawan (pencipta), penerbitan (karya), dan pembaca (kritikus).

Roland Tanaka dalam buku Systems Model for Literary Macro Theory, memaparkan bahwa pada hakikatnya karya sastra merupakan sebuah sistem yang eksistensinya erat berkaitan dengan sistem-sistem yang menjadi lingkungan pendukungnya, yaitu pengarang, penerbit, kritik, dan pembaca. 

Banyak hal yang bisa dilakukan  para pengayom dalam mendukung kegiatan sastra di Yogyakarta. Misalnya Dinas Kebudayaan menyelenggarakan lomba penulisan novel, naskah kethoprak, sandiwara radio berbahasa Jawa, berbagai workshop, dan kegiatan Temu Karya Sastra -- Daulat Sastra Jogja -  pada tahun ini memasuki tahun ke empat dengan mengangkat subtema penguatan kreasi dan inovasi sanggar-sanggar dan komunitas sastra  di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Pada tahun 2023, kegiatan serupa mengangkat topik berkaitan dengan filosofi sumbu imajiner Yogyakarta, melahirkan berbagai komunitas baru: Komunitas Teater Remaja Bantul (Komatera), Komunitas Sastra Pleret, Komunitas Ujwala, Sastra Pesantren Al Imdad, Komunitas Regas Kulon Progo, Sanggar Sastra Wiwitan (Sawit), Komunitas Sastra PlayOn Gunung Kidul, dan Komunitas Sastra Samudra Sleman.

"Berbagai komunitas sastra tersebut merupakan potensi alternatif bagi anak muda Yogyakarta agar dapat  berdampingan secara kompetitif dengan sanggar atau komunitas yang sudah ada terlebih dahulu," jelas  Tedi Kusyairi, salah seorang panitia pengarah dalam pertemuan sosialisasi kegiatan (4/6/2024) di Ruang Bima, Dinas Kebudayaan DIY.

Tidak terbantahkan bahwa komunitas atau sanggar sastra berperan dalan meningkatkan daya kreativitas bersastra.

Sejak  sebelum tahun 1970-an, di Yogyakarta bermunculan komunitas sastra, misalnya Persada Studi Klub (PSK), Sanggar Bambu,  Bengkel Teater Rendra. Setelah itu hadir berbagai kelompok teater, baik di perguruan tinggi maupun kantong-kantong sastra di berbagai wilayah DIY.

"Meskipun proses kreatif penulisan sastra  bersifat individual, namun iklim sastra di Yogyakarta dibangun atas jejaring komunitas atau sanggar sastra. Ini yang kemudian menjadi perhatian dari agenda Dinas Kebudayaan.  Bahwa membangun sinergi antar komunitas atau sanggar menjadi hal yang perlu terus dijaga," ujar Adhi Satiyoko, penggerak Sanggar Sastra Jawa dan peneliti sastra  BRIN.

Bagaimanapun juga, citra Yogyakarta sebagai kota budaya, tidak dapat dilepaskan dari kegiatan kesastraan.

"Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai lembaga pengayom kehidupan bersastra, selalu mengupayakan pengayaan kreasi bagi citra Yogyakarta sebagai kota kultural-edukatif yang sudah diakui dunia. Aktivasi kreasi sastrawan Yogyakarta melalui sanggar dan komunitas sastra menjadi langkah strategis untuk mengejawantahkan pengayaan kreasi bagi citra keyogyakartaan," papar Setya Amrih Prasaja, Kasie Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan DIY.

Arahan kegiatan sastra/Foto: Disbud DIY

Temu Karya Sastra-Daulat Sastra Jogja- tahun 2024  mengusung tema Budaya Jogja Mendunia. Kegiatan yang dilakukan meliputi sambang komunitas, pembinaan cipta dan penulisan puisi-cerpen-naskah lakon dalam bentuk workshop (kemah menulis) 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline