Perjalanan kali ini (29/1/2024) terasa istimewa karena dilakukan oleh para tetua (untuk tidak menyebut orang-orang lansia atau pensiunan) dan hanya diawali dengan rerasan dua hari sebelumnya. Pak Diro, pensiunan Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, mengusulkan menyambangi tempat wisata Ketep yang tidak terlalu jauh, bisa dicapai dengan mudah mengendarai roda empat dari Seyegan, Sleman. Tak perlu tempat wisata mainstream karena hal terpenting bisa dolan bareng berempat dengan biaya minimalis.
Sengaja memilih hari Senin dengan harapan tempat wisata tidak seramai jika hari Minggu atau hari libur. Tetapi bagi traveler yang ingin berlibur ke Yogya, sebaiknya jangan memilih hari Senin karena beberapa tempat wisata, utamanya museum, tutup untuk pemeliharaan benda koleksi.
Berempat: saya, Ibu Negara Omah Ampiran, Pak Sudiro beserta isteri, menembus pagi di Jalan Magelang menuju Ketep lewat Muntilan. Perjalanan sejauh hampir empat puluh kilometer, kami tempuh dalam waktu satu jam lebih, maklum perjalanan santai sambil menikmati pemandangan alam sepanjang Jalan Blabak-Sawangan yang terus menanjak sejauh tujuh belas kilometer melewati Desa Keron, Candi Asu, dan Grojogan Kapuhan.
Konon Candi Asu dibangun pada 869 M saat Rakai Kayuwangi dari Wangsa Sanjaya berkuasa. Menurut cerita rakyat setempat, Candi Asu Sengi merupakan simbolisasi dari Dewindani, puteri raja, yang dikutuk oleh dewa karena meskipun sudah bersuami, senang menggoda pria lain.
Karena perilakuknya yang menyerupai binatang, Dewindani dikutuk oleh para dewa menjadi seekor lembu dengan muka menyerupai asu atau anjing (baca juga borobudurnews.com).
Udara dingin terlalu tergesa menyergap kami sesampainya di Ketep Pas yang berada pada ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut, di Kecamatan Sawangan.
Meskipun mendung turun, tapi kami masih bisa menyaksikan keindahan kaki gunung Merbabu dan Merapi dari gardu pandang Menara Langit Merapi. Gardu pandang dengan bangunan melingkar ini membuat wisatawan bisa menyaksikan ke berbagai arah, termasuk menikmati panorama Gunung Slamet, Sindoro, Sumbing, Telomoyo, Prau, dan Andong.
"Kalau cuaca cerah, kita bisa menyaksikan semua gunung-gunung itu," ujar salah seorang petugas menara pandang.
Ketep Vulcano Theater menyaksikan pemutaran film dokumenter "Hidup Bersama Napas Gunung Merapi", bercerita bagaimana terbentuknya gunung Merapi, arah jalur pendakian dari Selo dan pos-pos pendakian (termasuk pos Pasar Bubrah-dipercaya sebagai tempat berkumpulnya makhluk tak kasat mata), penelitian di Puncak Garuda, letusan dahsyat Merapi dan reaksi masyarakat yang tinggal di kaki gunung.
Untuk bisa naik ke menara pandang, pengunjung diwajibkan membeli tiket seharga sembilan ribu, sudah termasuk tiket masuk keDi bawah menara pandang Menara Langit Merapi terdapat Vulcanoz Cafe dengan menu Pizza Fries, Salad, Sea Food, dan lainnya.