Lihat ke Halaman Asli

Herry Mardianto

TERVERIFIKASI

Penulis

Sego Megono Bu Ari: Gereh Pethek, dan Kecombrang

Diperbarui: 28 Desember 2023   16:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesederhanaan warung Bu Ari/Foto: Hermard


"Kali ini kita harus mencicipi sego megono legendaris di Yogya. Dua minggu lalu kecelik karena tutup. Saya masih merasa berhutang kuliner," ujar  Mbak Rindu (18/12/2023) sambil mengarahkan mobil ke Pringgolayan , tepatnya ke Jalan Gedongkuning No.179, Banguntapan, area sisi timur Gembiraloka Zoo.

Dari luar, sekilas tidak ada yang  istimewa saat mendekati warung sego megono Bu Ari. Warung itu sama dengan deretan warung makan di pinggir jalan, terlihat sederhana,  nuansanya berbeda jauh dibandingkan kafe atau restoran. Tanda yang paling mencolok berupa pagar berwarna hijau dan spanduk nama warung makan "Sego Megono Pekalongan Bu Ari" yang juga berwarna hijau.

Antrean pemburu kuliner/Foto: Hermard

Setelah masuk dan duduk menunggu pesanan diantar ke meja,    baru saya menyadari  bahwa warung itu ternyata tak pernah sepi. Pelanggan datang bergantian, ndlidir,  rela antre  menunggu dilayani. 

Mereka memesan sego megono untuk dibawa pulang. Atau sekadar membeli lauk pauk yang tertata di etalase kaca. Ada ayam goreng, sotong cumi, pepes tahu, mangut ikan asap, koyoran sapi, dan garang asem ayam. Soal harga, dijamin ramah di kantong, semua terjangkau.

Warung buka setiap hari, kecuali Minggu, mulai jam satu siang sampai jam sembilan malam.

Menunggu/Foto: Hermard

Konon kata megono berasal dari kata merga ana (karena ada) dalam konteks asal mula sega megono, maka kata itu dapat dimaknai sebagai (nasi) seadanya. Hal ini berkorelasi dengan keberadaan sego megono yang awalnya hanya terdiri dari nasi putih dan  potongan nangka dipadukan  parutan kelapa muda. 

Selain itu dapat juga dikaitkan dengan sejarah yang menyatakan bahwa sego megono sudah ada pada zaman Mataram Kuno, berkaitan dengan budaya keraton yang kerap mengadakan sesaji untuk berbagai ritual, baik berkenaan dengan Dewi Sri maupun Bekakak- awal kehadiran sego megono memang berbentuk tumpeng, bentuk gunungan yang biasanya dipergunakan untuk sesaji atau uborampe selametan dalam masyarakat Jawa.

Ada juga yang menceritakan jika kehadiran sego megono berkaitan dengan penyerangan prajurit Mataram ke Batavia,  melawan VOC   (1628). 

Menurut syahibul hikayat, saat prajurit Mataram memasuki wilayah  Pekalongan untuk beristirahat,  penduduk setempat bersimpati dengan mengumpulkan makanan dari   penduduk untuk diberikan secara sukarela. 

Karena kondisi  serba terbatas, penduduk hanya mampu memberi kerak nasi tanpa  sayur. Muncul ide  menyediakan sayur seadanya. Banyaknya nangka di pekarangan rumah, tak ada pilihan lain kecuali  mengolah nangka muda dengan dicacah dan dipotong kecil-kecil, dibumbui kelapa parut-inilah yang kemudian dikenal dengan megono.

Sego megono koyor sapi mercon/Foto: Hermard

Bu Ari (57) dan keluarga mulai merintis berjualan sego megono di Yogyakarta sejak tahun 2012. Tak mengherankan kalau kemudian sego megono  Bu Ari digemari para pecinta kuliner karena perempuan asli Pekalongan itu sudah sejak kecil mengakrabi sego megono  yang merupakan usaha turun temurun keluarga.

"Keunikannya, megono Bu Ari diberi gereh pethek, ikan asin kecil-kecil, sehingga sensasi rasanya berbeda denga  sego megono di tempat lain," jelas Mbak Rindu.

Keunikan lainnya karena Bu Ari selalu menggunakan bunga kecombrang atau honje dipadukan dengan rempah lainnya, seperti bawang merah, bawang putih, kemiri, ketumbar, jahe, daun jeruk purut, daun salam, serai, cabai merah, dan lengkuas; sehingga megono terasa gurih dan mantap.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline