Lihat ke Halaman Asli

Herry Mardianto

TERVERIFIKASI

Penulis

Angka, Mitos, dan Nasib Paslon

Diperbarui: 18 November 2023   20:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kotak suara Pemilu 2024. (Sumber: KOMPAS.com)

Boleh percaya boleh tidak, diperumahan kami tidak ada rumah dengan nomor 4, 13, dan 14. Sebagai pengganti nomor 4, dipasang nomor rumah 3A, 3B, kemudian rumah nomor 5. 

Setelah itu, untuk menghilangkan nomor 13 dan 14, dipakai nomor rumah 12 A, 12 B, 12 C, dilanjutkan dengan nomor 15. Begitulah, angka telah menjadi mitos, sehingga ada angka tertentu yang tidak pantas atau tabu digunakan.

Makna Filosofis Angka

Bagi masyarakat Jawa tradisional dan Tionghoa, misalnya, angka memiliki peran dan makna penting. Masyarakat Jawa tradisional dalam kehidupan sehari-hari, selalu mengaitkan angka dengan simbol-simbol atau makna filosofis.

Beberapa angka memiliki konotasi positif atau negatif berdasarkan kepercayaan/tradisi lokal. Sebagai contoh, angka 7 dianggap sebagai angka   keberuntungan, memiliki nilai spiritual. Tujuh dalam Bahasa Jawa disebut pitu, dimaknai sebagai pitulungan (pertolongan) dan pitutur (nasihat).

Berangkat dari pengertian ini, maka dalam berbagai ritual adat Jawa, beberapa ubarampe sering dijumlahkan hingga mencapai angka tujuh. Misalnya, bunga tujuh rupa  (kembang piton)- mawar merah, mawar putih, kenanga, melati, kantil kuning, kantil putih dan cempaka. 

Ubarampe kelengkapan hajatan pun selalu berjumlah tujuh: nasi golong dan tumpeng tujuh macam. Angka lain yang dianggap baik dalam tradisi Jawa adalah angka 4. 

Dalam bahasa Jawa angka 4 disebut papat atau catur yang bermakna kecerdasan, kreativitas, dan kemenangan (kerta)

Sementara itu, dalam tradisi masyarakat Tionghoa, angka 8 dianggap sebagai angka keberuntungan karena pelafalannya  mirip dengan kata kekayaan atau keberuntungan

Sebaliknya, angka 4 dihindari karena pelafalannya mirip dengan kata mati. Oleh karena itu, angka 4  jarang digunakan, termasuk untuk penomoran rumah.

Begitulah, angka memiliki peran dalam membentuk kepercayaan, norma, dan tata nilai dalam masyarakat Jawa tradisional maupun Tionghoa.

Pawukon dan Sengkalan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline