Malam di beranda rumah. Jam dinding berdentang sepuluh kali. Terdengar gonggong anjing di kejauhan. Suarana sirene turut memecah kesunyian.
Memikirkan centang biru, aku menjadi gelisah sendiri. Perpanduan rasa senang dan sedih saling berpilin menjadi satu.
"Lucu sekali, mau dapat verifikasi centang biru kok malah sedih?" ledek suara hatiku.
Aku diam saja. Meskipun didapatkan dengan "berdarah-darah" -- maklum penulis pemula - tetapi bagiku sematan verifikasi centang biru tidak selalu harus dirayakan.
"Mengapa diam saja?" ulang suara hatiku.
"Berat!" jawabku singkat.
"Berat? Kalau berat, mengapa semua orang berlomba-lomba mendapatkannya? Seperti rebutan kursi di DPR?"
"Iya, itu bagi mereka penulis profesional!"
"Engkau selalu merendah. Tak berubah seperti puluhan tahun silam. Selalu saja bersembunyi di balik layar," sergah suara hatiku.
Aku melirik ke layar gawai, membaca pemberitahuan Kompasiana bahwa ikon centang warna biru (verifikasi) dibuat untuk memverifikasi seorang Kompasianer berdasarkan konten yang dibuat.
Kompasianer yang mendapatkan label verifikasi adalah mereka yang artikel-artikelnya tidak diragukan lagi isinya. Bukan hanya karena keaktifannya dalam menulis di satu bidang atau tema, tapi juga semangatnya dalam menyuguhkan artikel berkualitas kepada para pembaca.