Lihat ke Halaman Asli

Herry Mardianto

TERVERIFIKASI

Penulis

Posisi Penyair dan Komunitas Sastra

Diperbarui: 10 Mei 2023   17:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para tetua sastra Yogyakarta/Foto: Hermard

Ada perasaan gamang saat ingin menetapkan posisi penyair di tengah masyarakat. Apakah posisi penyair hanya sebatas ide, sesuatu yang abstrak, tidak dapat ditentukan secara riil? Apakah benar puisi (dan penyair) posisinya semakin menggelisahkan karena tidak menyatu lagi dalam gerak masyarakat, penyair kian terkotak-kotak?

Begitulah kegelisahan yang menjalar dalam diskusi Sastra Bulan Purnama (6/5/2023) dengan topik "Posisi Penyair di Tengah Masyarakat". 

Diskusi mengahadirkan dua pematik pembicaraan, yaitu Simon Hate (tokoh teater, pemikir kebudayaan), dan Fauzi Absal (penyair), dimoderatori Indro Suprobo (penulis, editor), bertempat di Museum Sandi, Yogyakarta.

Di awal diskusi, Simon Hate, pria kelahiran 1954, mengakui peran penting Persada Studi Klub (PSK) bersama Umbu Landu Paranggi dalam perkembangan dan pengembangan perpuisian di Yogyakarta. 

Hanya saja catatan mengenai bagaimana Umbu Landu Paranggi menetapkan puisi mana yang baik dan mana yang tidak baik, tidak pernah kita temukan. 

Memperbincangkan Posisi Penyair/Foto: Hermard

Padahal itu penting dalam proses legitimasi seorang penyair, ujar seniman yang pernah terlibat dalam teater Dinasti. Juga dalam menjawab pertanyaan, mengapa Umbu mau bersusah payah ngopeni penyair, merawat puisi?

Sementara itu Fauzi Abzal, penyair dengan dua anak dan meyakini bahwa puisi tidak akan memberi kebahagian dari sisi ekonomi, menyatakan bahwa disadari atau tidak, komunitas adalah identik dengan upaya memposisikan penyair dan karyanya di tengah masyarakat. 

Simon Hate/Foto: Hermard

Dalam komunitas terjadi pergulatan yang dilandasi itikad dan jiwa dedikatif yang tinggi. Kebosanan dan kecil hati menjadi tantangannya. 

Di tangan para pengampu, puisi harus diciptakan dengan sepenuh hati, tidak bisa asal bunyi.
Apalagi asal curhat. Hal ini dilakukan agar puisi menemukan jalan sampai pada kesadaran memiliki masyarakat (handarbeni)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline