Tidak ada yang bisa membantah bahwa Yogyakarta adalah sebuah magnet bagi siapa pun untuk menyambanginya. Tak salah jika Joko Pinurbo dalam penggalan puisinya mengatakan bahwa Yogyakarta terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan.
Penggalan puisi ini kerap dikutip orang sebagai ungkapan kerinduan terhadap Yogyakarta. Keramahtamahan masyarakat Yogyakarta, keindahan alamnya, tersedianya puluhan tujuan tempat wisata, sarana dan prasarana pendukungnya, merupakan daya tarik yang tak bisa dipungkiri.
Bagi pencinta wisata religi dapat mengunjungi Masjid Patok Negara, Masjid Gedhe Kauman, Masjid Pakualaman dengan pesona historianya masing-masing. Masjid-masjid tersebut tidak dapat dipisahkan dari keberadaan dan kekuasaan para bangsawan di Yogyakarta.
Kunjungan wisata sejarah bisa dilakukan dengan mendatangi Kotagede sebagai kota tua sisa-sisa kerajaan Mataram. Sebagai bekas ibukota kerajaan Mataram Islam pada pemerintahan Panembahan Senapati, Kotagede tetap eksis sebagai kota lama yang ditandai oleh Masjid Gedhe Mataram Kotagede dan makam Raja-raja Mataram.
Kotagede masa lalu merupakan kota pusat kegiatan politik, ekonomi, dan sosial budaya; dibangun berdasarkan konsep catur gatra: keraton, pasar, alun-alun, dan masjid.
Puluhan candi bisa memuaskan Anda yang menggemari peninggalan-peninggalan masa lalu terkait dengan tempat pemujaan atau keagamaan. Kompleks Ratu Boko, misalnya, berbeda dengan peninggalan purbakala dari zaman Jawa Kuno yang umumnya berbentuk bangunan keagamaan. Situs Ratu Boko merupakan kompleks permukiman dilengkapi gerbang, pendopo, tempat tinggal, kolam pemandian, dan pagar pelindung.
Peninggalan berupa lambang cinta kasih berupa kolam pemandian adalah Tamansari. Semula Tamansari dikenal sebagai tempat peristirahatan raja bersama kerabat keraton. Ada perkiraan bahwa awalnya Tamansari merupakan waduk yang dimanfaatkan sebagai tempat pengaturan pengairan bagi wilayah pertanian di sekitar Tamansari.
Orang Belanda, Y. Groneman, memberi informasi bahwa Tamansari --Het Watercasteel de Jogjakarta---dibangun atas perintah Pangeran Mangkubumi. Pelaksna pembangunan adalah Kyai Tumenggung Mangunduipuro dibantu Lurah Dawelingi (berdarah Bugis).
Kota Yogyakarta pun tak kekurangan tempat wisata kuliner. Dari angkringan, kopi jos Lik Min, Kopi Klothok, Gudeg Wijilan, bakmi godog Pak Pele, hingga sate klatak Pak Pong.
Wisata alam dari Kaliurang, hutan pinus Becici, dan gunung purba Nglanggeran. Kemudian deretan pantai yang membentang dari Kulonprogo sampai Gunungkidul. Nikmat wisata manalagi yang patut didustakan selama Anda berada di Yogyakarta?
Wisata pantai dengan hamparan pasir putih dapat dijelajahi, salah satunya adalah pantai Widodaren, Gunungkidul. Meskipun pantai ini masih tersembunyi tetapi banyak wisatawan yang berdatangan.