Kemarin saya dihubungi Mas Adhi Satiyoko, teman lama, lewat WA:
"Mas, ayo buka puasa di rumah Purwomartani. Nanti kita menikmati es dawet Pak Bardi."
Bagi saya makna dawet di bulan Ramadan dapat melambangkan kemudahan dalam menjalankan ibadah puasa, semudah proses mencetak dawet.
Secara filosofi komposisi yang ada di dalam satu gelas dawet melambangkan proses kehidupan dimana ada keras, lembut, manis, asam, gurih, dan tawarnya kehidupan. Semuanya harus dilalui dengan perjuangan dan kesabaran -- seperti juga saat kita melalui ibadah puasa, harus tawakal dan sabar.
Ajakan Mas Adhi, mengingatkan saya bersama beberapa teman dari Jakarta saat mampir ke dawet Pak Bardi pada akhir Februari 2023.
Andaikata istri Pak Bardi tidak mewarisi secara turun-temurun bakat keluarga yang piawai membuat cendol, dan seandainya Pak Bardi tidak berhenti berjualan roti, mungkin cerita mengenai dawet ngisor ringin Purwomartani tak akan pernah ada.
Konon Pak Bardi sudah berjualan dawet dengan pikulan tradisional sejak tahun 1997. Kini banyak orang rela "berburu" dawet yang letaknya jauh dari keramaian pusat kota Yogyakarta.
Jangan membayangkan Anda akan menemukan warung dawet dengan bangunan permanen dipenuhi deretan meja kursi seperti di warung kopi atau warung makan. Terlebih jika Anda berangan-angan mendapatkan kesejukan alat pendingin ruangan berupa AC atau kipas angin; pasti akan mendatangkan rasa kecewa yang begitu mendalam.
Dawet Pak Bardi hanya menempati lahan kosong, berada di bawah pohon beringin besar di pertigaan Purwomartani, tepatnya di Sanggrahan, Kalasan, Sleman, Yogyakarta.