Lihat ke Halaman Asli

Herry Mardianto

TERVERIFIKASI

Penulis

Hikayat Kaus alias Kaos

Diperbarui: 1 April 2023   17:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Voting pelayanan/Foto: AS Anwar

Nyesek sekaligus terharu juga membaca cerita seorang teman baik lewat instagramnya saat ia berkunjung ke sebuah perpustakaan:

Selepas beberapa jam membaca buku di sini, saya jadi paham mengapa koin merah lebih banyak dimasukkan pengunjung sementara yang biru cuma satu.

Ketika hendak meninggalkan perpustakaan, ingin juga saya memberikan koin merah, tapi ternyata tak ada di sekitar kotak dan petugas perpustakaan juga tak mengingatkan atau menganjurkan mengisi kotak tersebut. 

Sekitar setengah jam membaca buku, tiba-tiba ada satpam masuk. Menarik kursi di depan saya lalu menjelaskan bahwa ada laporan tamu yang masuk menggunakan kaus. Padahal, aturan di sini, katanya menjelaskan, pengunjung harus berpakaian sopan. Ia meminta agar ketika ke sini lagi untuk mengenakan pakaian yang sopan. 

Hmm... Sampai sekarang saya masih belum paham di mana letak ketidaksopanan sebuah kaus. Kaus saya cuma berisi ilustrasi sampul, dan tentu judul sebuah buku. Ilustrasinya tak mengandung ketidaksopanan, judulnya juga biasa saja, tak ada, misalnya, unsur pornografi atau sesuatu yg provokatif.

"Mungkin Masnya baru pertama kali ke sini ya jadinya tidak tahu."

Saya malas menjelaskan sudah berapa kali diundang lembaga tempat Pak Satpam itu bekerja. Saya nggih-nggih saja. 

"Jadi tolong lain waktu pakai pakaian yang sopan dan lapor dulu di depan ya," kata Pak Satpam sambil memberi gantungan kartu tamu untuk dikalungkan.

Selang satu jam. Datang beberapa remaja, entah mahasiswa atau siswa yang magang. Berkumpul di ruang baca. Tampak akrab dengan petugas perpus. Kata mereka, ini hari terakhir mereka magang. Ramai sekali. Ngobrol-ngobrol tak jelas. Suaranya gaduh. Saya ingin melempar bolpoin, tapi saya sadar saya bukan Rangga. Saya ambil earphone. Saya putar musik pengantar baca, tapi suara ramai mereka tetap menembus. Hhh...akhirnya saya potret saja beberapa halaman yang saya anggap penting.

Saat hendak pulang dan menyerahkan kartu tamu, Pak Satpam meminta maaf beberapa kali soal teguran tadi. Saya bilang tak apa-apa. Saya paham ia menjalankan tugas. 

Apa yang harus diubah adalah sistem yang wagu. Yang harus dilarang adalah kegaduhan di ruang baca, bukan soal busana yang dipakai pengunjung. Percuma ada Duta Bahasa dan Duta Baca kalau lembaga-lembaga yang menyelenggarakan tidak baik dalam soal pelayanan publik yang butuh kondisi nyaman dalam membaca.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline