Salah satu kekurangan sastrawan yang berproses kreatif di Yogyakarta berkaitan dengan tidak adanya kesadaran mendokumentasikan karya-karya yang pernah mereka hasilkan. Demikian juga institusi yang berkaitan dengan pengembangan/pementasan sastra, setali tiga uang, sama saja.
Dampaknya, pengamat sastra akan kesulitan dalam mendapatkan karya-karya sastra yang bertumbuh pesat di Yogyakarta.
Untuk mempersempit kesenjangan itu, maka pada tahun 2013 muncul kesadaran untuk menerbitkan buku berisi beberapa naskah drama karya Pedro Sudjono.
Nama Pedro Sudjono sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Teater Yogyakarta. Ia merupakan salah satu motor penggerak Teater Muslim.
Nanang Arizona, pengamat teater, menuliskan Teater Muslim merupakan grup teater yang mampu melawan dominasi teater-teater sekuler dalam sebuah arena sosial.
Secara kultural, Teater Muslim mampu mengatasi berbagai manuver yang dilakukan oleh teater sekuler. Teater Muslim selama tiga puluh tahun setia menyemai ajaran-ajaran Islam melalui teater modern dengan gaya realisme.
Pedro lahir di Bondowoso 31 Desember 1932, sempat bergabung dengan kelompok Aplaco (1957-1959) di Yogyakarta.
Sastrawan Mohammad Diponegoro dan sutradara film dan teater terkemuka di Indonesia, Arifin C. Noer, pernah terlibat dalam kegiatan Teater Muslim.
Di tengah gegap-gempitanya pertunjukan teater nonkonvensional (dengan berbagai macam konsep dan aliran), Pedro Sudjono setia mempertahankan bentuk teater realis lewat Teater Muslim dengan mementaskan banyak naskah lakon, di antaranya Iblis (1961), Surat pada Gurbernur (1963), Prabu Salya (1964), Si Bakhil (1982), Sekeras Karang (1984), dan Abu Dar (1985).
Pada tahun 1980-an, Teater Muslim sering mengisi acara di TVRI Yogya maupun TVRI Surabaya.
Sebagai bentuk penghargaan kepada Pedro Sudjono, saya dengan dukungan salah satu lembaga pemerintah di Daerah Istimewa Yogyakarta menerbitkan naskah-naskah yang pernah ditulis maupun diolah Pedro Sudjono. Karya-karya itu terhimpun dalam buku Rencana Setan: Antologi Naskah Pedro Sudjono.
Upaya ini tidak mudah dilakukan, meskipun konon kabarnya ada ratusan naskah yang sudah ditulis Pedro. Tapi saya hanya mampu mendapatkan beberapa naskah dan sebagian di antaranya dalam kondisi tidak utuh.
Ketidakutuhan naskah terjadi karena terdapat bagian naskah yang hilang atau sulit dibaca (robek, tulisan sudah tidak jelas, dan naskah berlubang dimakan rayap). Kondisi ini mengakibatkan beberapa naskah yang dimuat terasa tidak selesai, misalnya "Tetangga", "Pengorbanan", dan "Malam Penantian".