Seminar Nasional Sastra Banding Membaca Iliad dan Pertempuran Lain Dropadi, diadakan oleh Rumah Literasi Blora bekerja sama dengan Prodi Magister Sastra FIB UGM (15/3/2023), di Auditorium Soegondo UGM, menghadirkan narasumber Prof Dr Faruk, SU dan Kurnia Effendi.
Sebelum seminar, ketua Rumah Literasi Blora, Herry Mursanto berharap meskipun Blora merupakan kota tersepi, ketlingsut neng tengah, tetapi Blora melahirkan Pramoedya Ananta Toer dan Budi Darma.
Kali ini Rumah Literasi Blora ingin memberikan manfaat kepada sastra dengan menerbitkan Iliad karya Homer.
"Jelek-jelek, Blora adalah mafia sastra. Mana ada sastawan seperti Pramoedya sampai enam kali dicalonkan meraih Nobel," seloroh Herry.
Ketua Program Magister Sastra, Aprinus Salam bercerita sudah sejak kuliah mendengar Iliad, Mahabrata, tapi hanya mendengar tanpa membaca.
"Iliad merupakan karya sastra paling berpengaruh di dunia. Jadi orang sastra harus membacanya. Kedahsyatannya diterjemahkan oleh Mas Kusno Widodo. Terjemahannya sangat menarik, begitu puitis," ujar Aprinus.
Mengawali seminar, guru besar sekaligus budayawan, Faruk menyatakan bahwa Iliad dan Pertempuran Lain Dropadi (Triyanto Triwikromo) tidak sebanding. Lebih sejajar jika Iliad disandingkan dengan Mahabrata.
Hal yang menarik dalam Iliad, dewa-dewa berlaku seperti manusia: berkelahi dan berperang. Melihat dewa berkelahi sebenarnya merupakan hal aneh. Karena dewa mempunyai kekuatan payung suci sehingga tidak bisa disentuh. Dewa-dewa seharusnya tidak berkelahi. Kalau dewa berperang, lalu kemana orang-orang harus mengadu?
Iliad ditemukan intelektual renaisans saat manusia mengalami dehumanisasi. Peran cerita Iliad sangat signifikan sesudah manusia berada dalam kegelapan. Sesudah kita merindukan manusia sebagai subjek.
Mengapa perempuan yang selalu menjadi bumerang dalam peperangan, termasuk dalam Iliad dan Mahabarata?