Lihat ke Halaman Asli

Herry Mardianto

TERVERIFIKASI

Penulis

Karya Tulis dan Horison Harapan Pembaca

Diperbarui: 26 Februari 2023   07:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karya multi tafsir/Foto: Hermard

Dalam perbincangan sastra di tengah-tengah penulis pemula, Tantri mengajukan pertanyaan: Apakah  perlu meluruskan pembaca yang salah dalam mengapresiasi atau membaca puisi-puisi saya yang sudah beredar ke tengah masyarakat luas?

Tentu membela karya (terlebih karya sastra, genre apa pun) akan merupakan pekerjaan sia-sia, mubazir, seperti menggantang asap. Pertama, masing-masing pembaca mempunyai horison harapan tertentu, setidaknya sesuai dengan pengalaman, latar belakang pendidikan, ekonomi, sosial budaya, keyakinan, dan referensi. 

Kedua, sastra merupakan  karya multy interpertable, sehingga pembaca mempunyai kebebasan penuh dalam menafsirkan. 

Ketiga, penciptaan karya sastra yang baik  tentu dengan menempatkan ruang-ruang terbuka bagi pengembangan  imajinasi pembaca.

Karya ilmiah/Foto: Hermard

Esensi karya sastra berbeda dengan karya ilmiah yang dalam pemahamannya menuntut keseragaman, pemakaian bahasanya bermakna tunggal. Artinya pemakaian bahasa dalam karya ilmiah tidak dapat menembus batas-batas referensial.  

Hal ini bertolak belakang dengan bahasa dalam karya sastra yang mempunyai makna konotatif dan mampu menembus batas-batas referensial. Kata bunga dalam karya sastra bisa dimaknai sebagai gadis cantik, sedangkan dalam karya ilmiah, secara referensial kata bunga mengacu pada dunia perbankan dan botani.

Menembus batas referensial/Foto: Hermard

Contoh sederhana berkaitan dengan pembacaan/pementasan karya sastra (puisi, cerpen, naskah drama/monolog)   dalam sebuah lomba. Meskipun yang dibacakan/ditampilkan karya yang sama, tapi setiap peserta mempresentasikan dengan cara berbeda.  

Hal ini karena masing-masing peserta mempunyai apresiasi yang berbeda. Perbedaan ini akan melahirkan cara pembacaan yang tidak sama. Terjadi kreativitas dalam cara membangun daya pukau pembacaan agar audience tersihir dan menghayati karya sastra yang dibacakan. 

Cara yang ditempuh dengan memberi sentuhan berbeda, mempertimbangkan vokalisasi: power, nada, irama, speed, dan bagian klimaks dalam karya sastra.

Pembacaan puisi "Aku" karya Chairil Anwar, misalnya, tidak harus dibacakan secara heroik, berteriak lantang. Mungkin saja ia dibacakan dengan biasa saja, nada datar dan speed lambat. Bukankah Chairil Anwar juga merupakan penyair eksistensialisme yang suka merenung?

Karya   kita yang kemudian beredar di tengah masyarakat, tidak perlu dibela lagi. Sebab karya itu sudah menjadi milik masyarakat. Bebas ditafsirkan oleh pembaca, ia menemukan takdirnya sendiri dalam pemikiran setiap orang yang tidak selalu sama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline