Bagi saya, ada tiga pintu ajaib yang membuat tulisan memiliki daya pukau ngedab-edabi dalam merebut perhatian pembaca. Pintu ajaib pertama adalah judul--sudah saya singgung dalam tulisan "Strategi Menentukan Judul", pintu kedua berupa alinea pertama atau paragraf pembuka, dan pintu ketiga adalah paragraf penutup.
Penentuan judul harus dipertimbangkan dengan baik, mencerminkan topik yang akan dibahas. Diibaratkan seorang gadis, ia harus tampil tahes komes, senek.
Paragraf pembuka benar-benar merupakan pertaruhan dalam merebut perhatian calon pembaca. Jika dalam paragraf pembuka calon pembaca sudah mempunyai rentetan pertanyaan: ini apa to yang dimaksud? Iki kok ora cetho? Hem kok bahasanya amburadul, sak kepenake? Aku ora mudeng karo sing dikarepke....
Nah, kalau situasi hati pembaca sudah gundah gulana seperti itu, masgul, pasti tulisan kita hanya dilirik sepintas, sesudah itu ditinggalkan merana. Syukur-syukur kalau ada pembaca (karena merasa tidak enak hati, kasihan, iba), terpaksa meninggalkan jejak dengan memberi rating.
Ada beberapa cara membuat paragraf pembuka menjadi pintu ajaib yang membuat pembaca tergoda, sehingga tanpa sadar terus "tersihir" dan "terperosok" menyelesaikan pembacaan terhadap tulisan yang kita ciptakan.
Mengutip Pendapat Orang Lain
Tulisan dapat diawali dengan kutipan dari pendapat orang lain. Tuntutannya adalah orang yang kita kutip pendapatnya merupakan sosok yang sudah dikenal luas, diakui secara profesional tingkat kepakarannya. Tulisan saya "Catatan Tercecer Masa Lalu: Dongengan Sastra dan Kekuatan Sosial Politik" (Kompasiana, 25/11/22) mengedepankan pendapat Seno Gumira Adjidarma sebagai paragraf pembuka:
Buku sastra bisa dibredel tapi kebenaran dan kesusastraan menyatu bersama udara, tak tergugat dan tak tertahankan. Menutupi fakta adalah tindakan politik, menutupi kebenaran adalah perbuatan paling bodoh yang bisa dilakukan manusia di muka bumi. (Seno Gumira Ajidarma).
Pembaca yang mengidolakan atau pernah mendengar nama Seno Gumira Ajidarma tentu penasaran dengan tulisan itu dan mau tidak mau membacanya. Efek secara tidak langsung adalah tulisan itu dianggap berbobot karena berdasarkan opini atau referensi pesohor.
Ini merupakan salah satu cara membuat pembaca penasaran, sehingga melanjutkan pembacaan ke paragraf berikutnya untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang kita ajukan di paragraf pembuka. Perhatikan paragraf pembuka saat saya menulis "Memaknai Hidup di Warung Soto Kadipiro" (Kompasiana, 24/1):
Bagi yang pertama kali ingin mencicipi soto Kadipiro original, dijamin tak mudah menemukan warung soto Kadipiro asli karena semua warung soto di seputar SPBU Kadipiro, Jalan Wates, memasang papan nama yang sama: Warung Soto Kadipiro. Kalau begitu, mana soto Kadipiro asli yang legendaris itu?
Memaparkan Deskripsi atau Pelukisan
Paragraf pembuka seperti ini terasa sangat subjektif dan mengandalkan pengamatan seorang penulis terhadap situasi atau keadaan. Diharapkan dengan pendeskripsian itu pembaca dapat larut dalam suasana yang dibangun dan penasaran terhadap isi keseluruhan tulisan. Strategi ini saya gunakan saat menulis "Karawitan Arum Sari di Arus Modernisasi" (Kompasiana, 22/1):
Sepintas, tak ada hal istimewa melihat bangunan limasan lawas dengan empat tiang saka guru penyangganya masih berdiri kokoh, pyan bambu berjajar rapat mengikuti arah genteng, beberapa usuk lawasnya terlihat mulai keropos.
Dari luar, limasan tua di daerah Margokaton, Seyegan, Sleman, Yogyakarta, terkesan biasa saja. Meskipun begitu, ada sesuatu yang terasa istimewa saat kita melongok ke dalam.
Teknik lain dalam menyusun paragraf pembuka bisa dilakukan dengan cara menggunakan petuah/nasihat, anekdot, dan berangkat dari ayat-ayat kitab suci.
Pintu ajaib ketiga berupa paragraf penutup. Ya, paragraf penutup harus seharga dengan paragraf pembuka. Paragraf penutup harus meninggalkan kesan kepada pembaca, sehingga ia selalu mengingat tulisan kita. Paragraf penutup dapat berupa solusi, menguatkan pendapat, atau berisi simpulan.
Bagaimana, sudah siap membuat paragraf pembuka dan penutup yang menarik? Kalau belum, segeralah ke angkringan menikmati sego kucing sambil mengkhayalkan paragraf pertama dan terakhir...