Lihat ke Halaman Asli

Herry Mardianto

TERVERIFIKASI

Penulis

Candi Abang: Keindahan Terpendam

Diperbarui: 1 Januari 2023   09:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Candi Abang/Foto: Hermard

Apa yang terbayang ketika Anda mendengar kata candi? Bangunan  batu menjulang tinggi tempat pemujaan para dewa, tempat menyimpan abu jenazah para raja, atau tempat beribadah?

Saat mendapat kesempatan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, Yogyakarta, menulis buku mengenai candi-candi dan situs yang berada di Kabupaten Sleman, saya bersama tim merasa bersemangat. 

Ada enam belas candi dan tiga situs yang akan kami datangi. Peninggalan masa lalu tersebut antara lain Candi  Miri, Candi Kedulan, Candi Ijo, Candi Abang,  Candi Sari, Candi Kalasan, Situs Palgading, dan Situs Arca Ganesha. Artinya kami akan mengunjungi berbagai candi dengan keunikan dan kelebihan masing-masing, baik candi Hindu maupun Budha. 

Candi Kalasan/Foto: Hermard

Naluri blusukan saat menjadi penggembira di Bolbrutu (gerombolan pemburu  batu) bangkit kembali, memompa keinginan  bergegas turun ke lapangan.
"Pak, besok kita ke  Berbah, ke candi Abang," ujar Mas Hendy Irawan saat saya akan meninggalkan kantor Jentera Intermedia di bilangan Caturtunggal, Depok.
"Siap, Mas!"
"Besok  berangkat goncengan saja Pak," jelas Mas Hendy. "Kita tak mungkin memakai kendaraan ronda empat!"
Saya tidak bertanya lebih jauh dan bergegas menyusuri Selokan Mataram ke arah barat.

Esoknya selepas makan siang, saya dan Mas Hendy meluncur dari  Puri Kenari Depok menuju Candi Abang di Jogotirto, Berbah. Setelah menempuh jarak tiga puluh kilometer, ternyata kami menghadapi tantangan: jalan menanjak, sempit, licin, dan  berbatu. Untuk sampai ke Candi Abang, mau tidak mau harus melewati semua rintangan yang menghadang.

Jalan Candi Abang/Foto: Hermard

Mungkin karena jalan yang begitu "syahdu" itulah  menyebabkan Mas Hendy sempat menyarankan agar berboncengan motor saja ke Candi Abang.

Mendengar kata "Candi Abang", semula saya membayangkan akan berhadapan dengan candi indah berwarna merah (abang) karena terbuat dari batu bata. Tentu ini menjadi sesuatu yang istimewa karena pada umumnya candi berbahan batu merah hanya ditemukan di wilayah Jawa Timur. Harapan tersebut menjadi pudar karena setelah melewati jalan sempit berliku  dipenuhi bebatuan, kami tidak mendapatkan bangunan candi. 

Setibanya di lokasi candi, kami hanya menemukan gundukan tanah menyerupai bukit setinggi enam meter tertutup rumput.

Gumdukan Tanah Candi Abang/Foto: Hermard

Konon candi yang terbuat dari batu bata sengaja ditimbun dengan tanah agar  tidak runtuh atau longsor. Menurut cerita, candi ini merupakan tempat penyimpanan harta karun. Jadi agar terhindar  dari pencurian, maka candi sengaja dipendam.

Bentuk candi yang sesungguhnya tidak dapat disaksikan lagi. Hanya saja menurut catatan para arkeolog, Candi Abang berbentuk segi empat dengan ukuran tiga puluh enam meter kali  tiga puluh empat meter.

Dari ketinggian Candi Abang, kami menyaksikan  keindahan panorama gunung Merapi dan bentangan sawah menghijau sejauh mata memandang.

Panorama dari Candi Abang/Foto: Hermard

Data arkeologis mencatat bahwa saat pertama kali ditemukan, di dalam kompleks candi terdapat arca dan alas yoni lambang Dewa Syiwa berbentuk segi delapan, biasanya berbentuk segi empat. Sisinya berukuran lima belas centimeter. Terdapat tangga masuk dari batu putih, di bagian tengah candi terdapat sumur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline