Lihat ke Halaman Asli

Herry Mardianto

TERVERIFIKASI

Penulis

Memotret Senja

Diperbarui: 27 Desember 2022   11:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senja di Gunung Gentong (foto: Hermard)


Memotret dan menulis, keduanya adalah seni. Memotret adalah seni menyiasati cahaya, sedangkan menulis merupakan seni memilih kata (diksi).

Tidak salah jika kemudian kita memberi definisi bahwa memotret berarti menerjemahkan pikiran ke dalam cahaya, angle, space; sedangkan menulis berkaitan dengan menerjemahkan pikiran lewat kata, kalimat, dan paragraf.

Saya bukan fotografer profesional yang memiliki peralatan canggih. Hanya saja sejak ayah memiliki kamera analog Fujica ST 705 W pada tahun 1970-an akhir, sudah ikut-ikutan memotret  menggunakan naluri, maklum masih kanak-kanak. Banyak foto yang ambyar karena blur, tidak fokus, asal jepret. 

Kamera Ayah (foto: Hermard)

Setelah SMA baru mengerti kalau memotret menggunakan kamera analog sebaiknya memahami intensitas cahaya, kecepatan, dan diafragma. Ribetnya lagi, hasil jepretan tidak langsung bisa dilihat karena perlu menunggu  proses cuci cetak film memakan waktu tiga hari dan biaya  tidak murah. Untuk menghasilkan foto diperlukan  film negatif hitam putih atau film berwarna  dua puluh empat atau tiga puluh enam  jepretan.  

Kemasan film negatif warna (foto: Hermard)

Ini yang membedakan dengan kamera digital (baik pocket maupun DSLR), tidak memerlukan film (menggunakan memory card), hasil pemotretan langsung dapat dilihat seketika, dan memiliki pengaturan otomatis. Artinya, setiap orang bisa memotret tanpa perlu memahami teknik pemotretan secara merenik. Ditambah dengan kemudahan memotret menggunakan gawai (HP) dengan fasiitas  menyamai kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex). Bukan itu saja, sekarang  tersedia berbagai aplikasi editing gratis dengan seabreg "manipulasi" agar foto terlihat indah, dramatis, dan glowing.

Sekarang, siapa pun, kapanpun, dimanapun, bisa memotret secara instan, sehingga profesi dan nasib tukang foto keliling terabaikan.

Objek foto bisa apa saja: pemandangan alam, model, binatang, bangunan, tanaman, makanan, langit, jalan, dan apa sajalah. Saya  suka memotret senja karena tak pernah ada senja yang sama. 

Memandang senja dari halaman rumah (foto: Hermard)

Senja merupakan misteri yang dirindu, melatih kesabaran menunggu, dan melambangkan tidak ada sesuatu yang abadi di dunia ini.

Senja yang berkawan dengan siluet,  merupakan keindahan  sempurna; menampilkan kontras  dramatis antara keindahan sisa terang dan gelap nan eksotis. Bisa juga dikatakan perpaduan subjek misterius dan peralihan waktu dengan suasana tak terduga. 

Senja di desa Jamblangan (foto: Hermard)

Seorang kawan  mengatakan bahwa siluet mampu menciptakan kesan misteri dalam foto, upaya menyembunyikan subjek di dalam kegelapan.

Senja di stasiun Lempuyangan (foto: Hermard)

Berburu senja bisa di mana saja: pantai, pegunungan, persawahan, sekitar rumah, dan di tempat lainnya. Jika ke pantai atau ke pegunungan/perbukitan, disarankan sudah berada di lokasi lebih awal agar mendapatkan angle dan penampakkan senja nan eksotik.

Senja di pantai Glagah (foto: Hermard)

Percayalah bahwa dalam hitungan detik, senja dapat berubah warna dan  serba tak terduga, seperti cintaku padamu...Iya, kamu!

*Herry Mardianto




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline