Lihat ke Halaman Asli

Herry Mardianto

TERVERIFIKASI

Penulis

Sahibul Hikayat Siaran Kethoprak Radio

Diperbarui: 7 Desember 2022   07:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Menurut catatan  Kusudyarsana (1985), kethoprak dalam bentuk sederhana (berupa kethoprak lesung), sudah dipentaskan di Yogyakarta pada tahun 1925. Dalam bayangan saya tentu saja saat itu kethoprak dipertontonkan secara garingan, belum menggunakan iringan berupa gamelan, jauh dari pertimbangan tata panggung, lighting, make up, dan kostum.

Pentas kethoprak dengan iringan gamelan dimulai pada tahun 1935 saat MAVRO (Mataramse voor Radio Omroep)--cikal bakal lahirnya RRI Yogyakarta menyiarkan siaran yang berorientasi kebangsaan. MAVRO berdiri sejak 22 Februari 1924, mengudara tiga kali dalam seminggu dengan menggunakan pemancar milik Tuan  Van  Deutekom. 

Dalam menggelorakan semangat ketimuran, pada tahun 1935 MAVRO mengedepankan  siaran berkaitan dengan kesenian Jawa menghadiekan berbagai kelompok pengisi acara dari Kraton Djogjakarta, Poero Pakoe Alaman,  Astana Kepatihan Dhanoeredjan, Soos Hwa Kiauw Mataram,  Moerbo Raras, Sari Boedojo, Krido Rahardjo, Kunstring Mardi Gending, dan sebagainya. Grup Krido Rahardjo inilah menurut Wijaya (1977) merupakan embrio  lahirnya kethoprak Mataram, mendapat kesempatan mengisi siaran MAVRO dengan  menggunakan iringan gamelan.

Kethoprak Mataram dengan tokoh Glinding, Noto, Tjokrodjijo, serta pelawak Tembong, sangat dikenal masyarakat Yogyakarta saat tampil lewat siaran  radio RRI. 

Sejak zaman MAVRO, Hoso Kyoku, dan kemudian RRI, penyelenggaraan siaran kethoprak Mataram  lebih banyak diadakan secara live atau siaran langsung dan sering ditonton oleh masyarakat. Penyelenggaraan siaran live menuntut kreativitas dan konsentrasi pemain agar kontinuitas  permainan tetap terjaga dengan baik, di samping  menghindari kesalahan-kesalahan dalam pementasan. 

Jika kreativitas pemain rendah maka mereka tidak mampu berimprovisasi secara spontan, mengakibatkan kesalahan mudah diketahui masyarakat pendengar/penonton di studio. Kreativitas diperlukan juga dalam pengelolaan waktu, sehingga pemain dapat menyesuaikan dengan batas jam siaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline