Nasib Kepo yang Ambyar
Herry Mardianto
Alkisah negeri Gaul yang semula aman tenteram gemah ripah loh jinawi, tiba-tiba mawut. Beberapa warganya, tanpa alasan jelas, digaruk petugas, dimasukkan ke penjara KBBI di bilangan Rawamangun.
Ambyar yang sudah dua tahun bercerai dengan isterinya, berusaha melawan petugas yang membawanya. Tanpa basa-basi ia didorong paksa masuk ke balik terali besi. Ambyar terperangah. Di kerangkeng besi sudah ada beberapa orang yang ia kenal dengan baik.
"Edan, bagaimana mungkin kalian bisa di sini?"
Ambyar mengitarkan pandangannya. Ada Cie, Kepo, Julid, dan Saltik.
"Ini pasti hasil rekayasa Roseforp, Ijakngep, atau Itilenep Nungamawar. Mereka bersekongkol menyingkirkan kita dari dunia hingar bingar arek ngalam, jape methe, nyokap bokap," jelas Kepo.
"Ini tak bisa dibiarkan. Kita dilecehkan. Kita akan kehilangan eksistensi di kalangan anak muda."
"Hanya dengan satu kata kita harus bergerak, lawan!" sambung Julid menirukan kata-kata seorang penyair, entah siapa.
Ambyar tak habis pikir, mengapa ia dan kenalan baiknya harus disejajarkan dengan lema-lema eksklusif maha benar. Bukankah dengan memasukan mereka ke KBBI berarti mereka menjadi tak punya harga diri, akan jadul dalam rentangan waktu? Apakah guru bahasa Indonesia juga mampu memahami bahwa Cie, Kepo, Julid, Saltik, Bokap, Nyokap, Alay, Lebay, Bokek, Doi, Gebetan, Kece, Kicep, Pulkam, Pansos, Meme, Maksi, Gebetan, Mager menjadi sosok pahlawan terpenjara yang boleh dihadirkan dalam ranah formal? Jangan-jangan para guru tetap tak paham dan geleng-geleng kepala serta merasa gamang saat ingin menghadirkan mereka dalam tulisan ilmiah.
Ambyar akhirnya hanya pasrah, ia sadar tak mungkin bisa mengubah nasib, melawan kekuatan maha dahsyat di arus atas. Terbayang sosok Roseforp, Ijakngep, dan Itilenep Nungamawar tertawa penuh kemenangan sambil mengepalkan tinju ke udara.
Sementara di Jaksel, gadis cantik bernama Mawar terisak kehilangan Ambyar, Kepo, Cie, teman karibnya selama ini. Ia mager di balkon atas, lodse sendirian sesekali terdengar ucapannya rancau: dagadu, dagadu....poya haha!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H