Lihat ke Halaman Asli

Herry Darwanto

Ingin menikmati hidup yang berkualitas

Pekerja Informal yang Terlupakan

Diperbarui: 15 November 2020   08:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Kontan/Fransiskus Simbolon

Sudah delapan bulan lebih saya tidak pergi ke tukang potong rambut. Khawatir terkena virus korona mencegah saya untuk pergi ke sana. Untung istri saya bisa memotong rambut sehingga ada jalan keluar untuk masalah ini. Walau hasil kerjanya tidak serapi pekerjaan Pak Dayat, pemangkas rambut langganan saya, tapi cukuplah melegakan.

Yang jadi pikiran saya adalah bagaimana nasib Pak Dayat selama pandemi ini? Tentu banyak orang yang punya kekhawatiran terkena virus seperti saya. Banyaknya orang yang datang untuk potong rambut pasti sangat berkurang. Hari-hari biasa saja saya jarang menunggu lama. Pak Dayat tentu mengalami penurunan penghasilan, mungkin sampai nol. Betapa menyedihkan bila demikian.

***

Kepala Badan Pusat Statistik pada Kamis 5/11/2020 lalu menyebutkan bahwa jumlah pekerja informal seperti Pak Dayat itu meningkat dari 56,5% dari jumlah seluruh pekerja pada Februari 2020 menjadi 60% pada Agustus 2020 lalu. Selebihnya adalah pekerja formal. Persentase pekerja informal itu normalnya menurun, tetapi kali ini meningkat, akibat Pandemi Covid-19 dan upaya mengatasinya.

Secara absolut jumlah pekerja informal itu mencapai 77 juta orang, jumlah yang sangat banyak. Mereka tentu mengalami kesulitan hidup yang berat dengan penghasilan yang menurun akibat pandemi.

Jumlah itu tidak termasuk orang yang menganggur, setengah menganggur dan orang yang kerja paruh waktu. Mereka juga mengalami penurunan penghasilan, karena ekonomi masih tumbuh negatif 3,49% pada triwulan III-2020.

Para pekerja informal itu bisa jadi tidak termasuk kategori penduduk miskin karena sebelumnya mempunyai penghasilan. Jika penduduk miskin mendapat bantuan sosial dari pemerintah melalui berbagai program selama pandemi ini, pekerja informal tidak menerima bantuan seperti itu.

Bukan karena pemerintah mengabaikan mereka, tetapi karena mereka tidak terdata oleh kantor-kantor tenaga kerja. Justru pekerja formal lebih besar kemungkinannya mendapat bantuan, seperti subsidi gaji bagi mereka yang berpenghasilan di bawah Rp. 5 juta per bulan.

Jadi pekerja informal cenderung tidak termasuk ke dalam kelompok penduduk yang menerima bantuan pemerintah selama terjadi pandemi.

***

Mengingat kesulitan yang dihadapi pekerja informal akibat pandemi, sudah selayaknya pemerintah memberikan perhatian yang lebih besar dan lebih cepat kepada mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline