Lihat ke Halaman Asli

Herry Darwanto

Ingin menikmati hidup yang berkualitas

Melebur Sekat-sekat dalam Masyarakat

Diperbarui: 15 November 2020   05:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada pagi hari, ketika dua orang berpapasan, biasa terdengar salah seorang mengucapkan: "Ohayo... " dan segera dibalas dengan ucapan yang sama oleh orang kedua: "Ohayo... " Artinya: "Selamat pagi". Itu ucapan diantara orang-orang sebaya. Dengan orang yang lebih tua, ucapannya lebih panjang: "Ohayo gozaimas..." Artinya tetap sama namun lebih halus: "Selamat pagi, BapakMelebur Sekat-sekat dalam Masyarakat

Pada pagi hari, ketika dua orang berpapasan, biasa terdengar salah seorang mengucapkan: "Ohayo.../Ibu".

Itu kebiasaan menyapa di masyarakat Jepang yang dilakukan kepada siapa saja, kenal atau tidak kenal. Kebiasaan yang sama juga terlihat dilakukan di negara-negara maju lain, "Good morning..."

Namun saya tidak selalu mendengar saling sapa demikian di sini, khususnya di luar lingkungan perkantoran. Orang tidak terbiasa mengucapkan sepatah katapun saat berpapasan dengan orang lain di jalan dalam suatu komplek perumahan karena tidak saling kenal.

Saling sapa hanya umum terjadi diantara orang-orang yang saling kenal, dengan ucapan "selamat pagi" atau "assalamu'alaikum". Dilanjutkan dengan obrolan seperlunya.

Lain padang memang lain belalang.

Namun saya pikir, saling menyapa dengan perasaan yang bersahabat kepada orang yang tidak dikenal sungguh sangat berguna untuk membentuk masyarakat yang guyub/kohesif. Dan umumnya jika didahului disapa orang dengan nada yang ramah, orang pun akan membalasnya dengan ramah pula. 

Jadi kemauan untuk menyapa orang terlebih dahulu itu, yang di masyarakat kita tidak ada atau kurang terbiasakan.

Saya termasuk orang yang berperilaku demikian, karena saya tidak konsisten menyapa orang terlebih dahulu ketika berpapasan dengan orang lain saat bertemu di lingkungan permukiman, atau ketika mau duduk di dalam bis kota, misalnya.

Ada saja alasan saya untuk tidak mendahului menyapa, antara lain: khawatir dianggap ada maksud jahat, gengsi karena orang lain itu lebih muda atau status sosialnya lebih rendah, atau sekedar malas atau sungkan saja.

Saya juga merasa berat hati untuk mengucapkan selamat pagi kepada bibi-bibi yang bertugas membersihkan jalan di sekitar perumahan kami. Walaupun saya agak menyesal karena setelah momen pertemuan itu saya tidak menyapa mereka terlebih dahulu, pada hari lain saya kembali melakukan hal yang sama. Saya merasa menjadi orang yang tidak tahu etika kebangsaan jika mengingat perilaku saya yang sombong itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline