Lihat ke Halaman Asli

Herri Mulyono

Dosen di Perguruan Tinggi Swasta Jakarta

Pendidikan dan Sekolah Formalitas

Diperbarui: 12 Maret 2016   11:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber ilustrasi: assets.kompas.com"][/caption]

"Ga papa kok bu, ini cuma formalitas aja," begitu jawab sales yang datang ke sebuah toko menawarkan barang dagangan. Kalimatnya simple, tapi sering (kalau bukan sangat sering) saya dengar "cuma formalitas". Karena sering ini, mungkin ya,.. sudah menjadi budaya, yaitu budaya formalitas.

Pikiran tentang budaya formalitas ini menerbangkan ingatan saya pada peristiwa "penggerebekan acara wisuda" pada beberapa tahun lalu. Link berikut memberitakan peristiwa fenomenal "Wisuda Bodong". Dan berita ini meyakinkan saya bahwa pendidikan dan sekolah formalitas itu ada.

Ternyata saya pernah "sit in" di kelas formalitas. Dosennya, dosen formalitas. Hadir dikelas karena formalitas kehadiran, dan menyuruh mahasiswa "presentasi sepanjang hari" sebagai bagian pembelajaran formalitas. Apakah presentasi itu di berikan umpan-balik (feedback) oleh dosennya? Ya jelas tidak, namanya juga pembelajaran formalitas.

Mahasiswanya juga mahasiswa formalitas. Datang ke kelas karena formalitas kehadiran. Isi absen dan sepanjang sesi kelas belajar Facebookan, twitteran, Instagraman, Line-an dan lain lainnya. Presentasinya ya cuma baca (membaca nyaring) dari buku. Isi powerpointnya ya buku itu, sekedarn memindahkan dari kertas ke slide. Ditanya tentang isinya juga belun tentu mengerti. Ya namanya saja mahasiswa formalitas, belajarnya pun formalitas. 

Mahaiswa formalitas juga mengerjakan tugas. Karena tugas merupakan bagian perkuliahan yang formalitas juga. Tugasnya tebal-tebal. Ada yang satu soal jawabannya tiga lembar, tapi isinya copy-paste dari internet, memindahkan informasi dari website ke dalam bentuk kertas cetak. Ya wajarlah, tugas perkuliahan ini formalitas saja, .. kata mahasiswanya, dosennya juga tidak baca. 

Eh ternyata, mahasiswanya benar, dosennya tidak baca. Ya seperti dosen formalitas diatas, ngasih nilainya juga formalitas, yaitu menerima paper dari mahasiswa dan dosen secara formalitas memberikan nilai. Ajib! Tidak peduli isinya apa, yang penting di jilid rapih, ada judul dan nama, halaman depan belakang tampak indah, dan tebal jumlah halamannya. Nilainya pasti oke! Jangan dikomentar tentang hal ini, ya karena ini adalah demi formalitas saja.

Seperti dalam tulisan Kang Hasan, akhirnya mahasiswa formalitas pun lulus kuliah. Membawa ijazah dan kemudian mencari kerja. Dia diterima di perusahaan, tapi gajinya kecil. Bekas mahasiswa formalitas pun komplain ke managernya, .. kenapa gajinya kecil, sembari berteriak saya sarjana tidak pantas digaji seperti lulusan sekolah menengah atas. Managernya senyam senyum aja, wong ijazah nya yang dipake kerja itu ternyata ijazah formalitas, sedangkan dunia kerja adalah dunia realitas!

 

Ilustrasi gambar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline