Lihat ke Halaman Asli

STAN, Korban Kesalahpahaman Media

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="" align="alignnone" width="320" caption="STAN"][/caption] Direktorat Jenderal Pajak, itulah yang hangat dibicarakan dalam bebarapa hari ini, bahkan detik ini pun media tak henti-hentinya mengabarkan tentang terjadinya kasus yang menimpa salah satu civitas akademika  institusi tersebut. Bukan hanya salah satu sih sebenarnya, kalau ditotal sebenarnya udah ada salah empat dari alumni STAN yang hangat dibicarakan di media. Misalnya aja GT, DW, AH, dan sekarang TH. Sebenarnya apa sih perbedaan dari kasus-kasus besar seperti Wisma Atlit dan Hambalang? Sebenarnya tak ada perbedaan yang berarti dari kasus-kasus tersebut. Hanya mungkin kita tak pernah menyadari kenapa kalau yang kena kasus itu alumni STAN, media langsung mengembor-gemborkan dari mana asal dari para tersangka tersebut, berbeda dengan orang lain yang tak pernah sekali pun diungkit dari mana dia kuliah. Mungkin karena media terlalu simpatik atau bahkan kesal dengan institusi STAN ya?

Sebenarnya apa sih istimewanya STAN sampai selalu menjadi korban “kekerasan” media ? Bagi pejabat pemerintah di tingkat kementerian hal ini tentu tak asing lagi di telinga mereka, karena memang yang mendominasi dari pejabat-pejabat tersebut adalah alumni STAN. STAN sendiri merupakan sekolah “plat merahnya” Kementerian Keuangan, sehingga kita tahu bahwa setelah menyelesaikan pendidikan di STAN kita diwajibkan untuk mengabdi pada negara untuk mengelola keuangan negara sebagai bagian dari tugas Kementerian Keuangan seperti penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak, perencanaan anggaran negara, dan penentuan kebijakan fiskal pemerintah, serta masih banyak lagi yang tugas yang diatur dalam undang-undang. Tapi hal ini tidak cukup bagi beberapa kalangan orang untuk mengusik keeksistensian dari STAN sebagai pencetak pencetus ide-ide yang nantinya dapat digunakan oleh pemerintah untuk membuat kebijakannya.

Menanggapi komentar dari salah satu media cetak tentang STAN yang dikemukakan oleh salah satu anggota dewan yang terhormat, terus terang saya sebagai salah satu bagian yang masih aktif dalam kegiatan sehari-hari di STAN merasa sangat tidak setuju dengan pernyataan Anda yang menyatakan bahwa STAN harus digabung menjadi satu dengan perguruan tinggi negeri hanya untuk sistem penerimaan pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan. Sebenarnya apa yang salah ya dengan sistem yang saat ini berlaku di STAN? Katakanlah mereka mungkin hanya menganggap bahwa pendidikan di STAN itu hanyalah mencetak koruptor saja, tapi anggapan itu salah besar bagi saya. Mereka tidak pernah tahu bagaimana pendidikan dan pengajaran sehari-hari yang dilakukan di STAN. Bahkan media pun hanya menerima instan saja informasi yang diterima tanpa tahu bagaimana dan dari mana sumber itu berasal dan terpaku untuk mengabarkan dengan sesegera mungkin.

Anda tidak tahu bagaimana proses kami diajar dan dididik di kampus ini, Anda tidak tahu bahwa kami sangat menjunjung tinggi integritas dan kejujuran kami dalam menempuh semuanya hingga kami lulus kelak. Apakah Anda juga tahu bagaimana cara kampus lain mendidik para mahasiswanya yang sekarang juga tersangkut kasus hukum lain? Tentu tidak kan, karena Anda hanya bisa berkata tanpa bisa membuktikannya di lapangan. Apakah kampus ini mengajarkan bagaimana caranya korupsi dan suap? Yang terjadi adalah sebaliknya, kami disini sangat diuji kejujurannya sebagai calon pegawai negara nantinya, bahkan hingga setiap kali ketahuan mencontek saat ujian saja, ancamannya kami siap angkat koper dan pergi jauh-jauh dari kampus pemerintah ini. Itulah yang membuat kami merasa kagum dengan kampus ini, sehingga untuk menuju keberhasilan benar-benar dibutuhkan usaha kejujuran dari diri sendiri tanpa harus butuh kerja sama dari orang lain. Kami menghargai kedisiplinan yang diterapkan di kampus ini bapak-bapak yang terhormat.

Saya tahu apa yang sebenarnya dipikirkan dan menjadi pertanyaan bagi mereka saat ini dan beberapa waktu yang lalu. “Kalau STAN itu dididik dengan cara seperti itu (kejujuran –dalam komentar saya) mengapa oknum pajak dari alumni STAN bisa korupsi?” Begitulah kira-kira hal yang menjadi pemikiran bagi sebagian orang. Jawabannya adalah lingkungan kerja mereka. Mereka melakukan hal “busuk” itu saat udah menempati dunia kerja, bukan saat mereka menjadi mahasiswa yang lahir untuk menjadi pegawai. Jadi apapun alasannya saat mereka kerja, mereka sudah tidak ada kaitannya lagi dengan civitas akademika. Dan perlu klarifikasi saja kalau orang-orang di Indonesia ini banyak yang korup bukan hanya dari STAN saja, banyak dari kampus lain yang didikannya sudah tidak benar. Dan juga perlu diingat bahwa alumni STAN yang menjadi direktur Bank Dunia juga ada, akan tetapi sampai saat ini setahu saya media tidak pernah tahu keberadaannya. Jadi kepada orang-orang yang menghujat tolong klarifikasi pernyataan Anda sebelum Anda berkata. Bangsa ini butuh perubahan, bukan hanya informasi yang tidak valid dan kata-kata semata. (HPN)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline