Lihat ke Halaman Asli

Roni Bani

Guru SD

Mete sebagai Pendekatan Perpisahan dengan Seseorang yang Meninggal Dunia

Diperbarui: 9 Agustus 2024   09:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jenazah disemayamkan beberapa saat di dalam gedung gereja sebelum melanjutkan upacara penguburan; foto: dokpri Roni Bani

Pengantar

Setiap orang yang lahir, menjalani masa kehidupan di muka bumi, pada titik waktu tertentu akan meninggal dunia. Ini suatu kepastian yang tak dapat ditolak oleh siapapun. Mereka yang menumpuk kekayaan dapat saja membayar sebesar-besarnya untuk menunda kematian ketika ancaman itu datang melalui penyakit tertentu. Dapat saja demikian adanya, namun pada akhirnya orang akan meninggal dunia.

Ketika seseorang meninggal dunia, tangisan dan ratapan terjadi, walau mungkin tidak semua orang dapat melakukannya. Paling tidak orang-orang terdekat akan menangisi dan meratapi jenazah. 

Pendekatan yang paling menarik di kalangan masyarakat Nusa Tenggara Timur, khususnya di kota Kupang dan daratan Timor Barat pada umumnya untuk melepas kepulangan (meninggalnya) seseorang yakni mete.

Istilah mete amat kental di kalangan masyarakat kota Kupang.Etnis mana pun yang hidup di dalam komunitas-komunitas masyarakat kota Kupang, dipastikan mengenal dan memahami maksud istilah ini. Mete.

Sekadar Pengertian dan Prosesi Mete 

Mete dapat diartikan sebagai pendekatan melepaspisah kepergian untuk selama-lamanya seseorang yang dicintai yang disebabkan berakhirnya kehidupan bersama di mana anggota keluarga baik yang di sekitar mau pun yang jauh dan warga masyarakat akan berbondong-bondong melayat, memberi salam turut larut dalam duka, dan memberikan penghiburan kepada anggota keluarga batih yang berdukacita.

Jika itu yang terlihat, maka ketika seseorang meninggal dunia, keluarga batih bersama warga sekitar akan menyiapkan beberapa hal yang berhubungan dengan mete.

  • Adanya jenazah yang sudah siap ditunggui sampai dengan upacara penguburan tiba
  • Adanya tenda dukacita dengan segala perlengkapannya: kursi, sound system, lampu/penerangan, (jika mungkin tersedia, maka alat musik)
  • Tersedianya makanan dan minuman ringan (teh, kopi, pisang goreng, jagung goreng, kue-kue)
  • Bila seseorang meninggal di tempat lain, keluarga dapat melakukan budaya mete dengan memasang foto dan menyalakan lilin.

Bagaimana mete dijalani? 

Mete dijalani ketika keluarga dan anggota masyarakat sekitar mulai mengambil tempat di dalam tenda dukacita. Mereka akan memenuhi kursi-kursi yang disiapkan, mengelompok, bercerita dan atau bernyanyi. Nyanyian-nyanyian itu antara lain lagu-lagu rohani, dan seringkali ada yang menyanyikan lagu-lagu pop sekuler.

Dalam hal mete di mana kelompok-kelompok bercerita, salah satu topik yang diceritakan/didiskusikan yakni masa hidup dari mendiang yang jenazahnya sedang ditunggui bersama. Dalam masa hidup yang pernah dijalani cerita/diskusi itu akan berkisar:

  • keluarganya: orang tua dan saudara-saudaranya; suami atau isteri dan anak-anaknya; menantu dan cucu-cucunya
  • karyanya: selama masa kehidupan ia bekerja/berkarya dengan sejumlah prestasi yang patut dikenang, atau bila tanpa prestasi gemilang pun, akan ada saja beberapa hal sebagai kenangan berkesan
  • penyakit yang mendera hingga "mencabut" nyawanya.
  • kesiapan keluarga untuk upacara penguburannya. Hal ini berhubungan dengan lokasi, baik di halaman rumah, tempat penguburan milik keluarga, atau tempat penguburan yang disediakan pemerintah (TPU).
  • dan lain-lain, termasuk bercerita/diskusi pada topik yang sedang hangat di area publik
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline