Lihat ke Halaman Asli

Roni Bani

Guru SD

Gratiskah Penyelenggaraan Pendidikan di Indonesia Dewasa Ini?

Diperbarui: 16 Juli 2024   23:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber:https://id.pngtree.com/

Pengantar

Dunia pendidikan di Indonesia terus menggeliatkan penyelenggaraannya dari satu periode pemerintahan ke periode pemerintahan berikutnya dengan menggunakan tagline tertentu yang rasanya hendak menaikkan kualitas dan gengsi. Suntikan motivasi terbaik yang disuarakan dari dalam ruang-ruang sidang hingga keluar ke ruang publik yakni: adanya anggaran sebesar 20% yang tersurat di dalam konstitusi perubahan, yang diikuti dengan jargon gratis, penyelenggaraan pendidikan tanpa pungutan anggaran.  

Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau Bantuan Operasioan Satuan Pendidikan (BOSP) telah digelontorkan pada beberapa tahun terakhir dengan segala keribetannya ketika tiba di tangan para penyelenggara/pengguna anggaran di sekolah.

Ketika Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim mengeluarkan Program Merdeka Belajar/Mengajar dengan sejumlah hal yang menggunakan istilah merdeka, maka  di sana ada jargon pendidikan gratis pula. Benarkah?

Gratiskah Guru dalam Program Merdeka Mengajar?

Siapakah yang tidak menyukai suatu pemberian yang diterimakan secara cuma-cuma alias gratis? Berbondong-bondonglah orang untuk menerima sesuatu yang diberikan secara gratis. Tengoklah ketika Pemerintah memberikan bantuan beras miskin (raskin). 

Orang akan berbondong-bondong ke kantor Pemerintah desa/kelurahan untuk mengambilnya walau harus berkorban: emosi, waktu, dan tenaga ketika berdesak-desakan. Tengoklah pemberian uang melalui Program Indonesia Pintar (PIP). Berbondong-bondonglah para orang tua menuju tempat penarikan uang yang nilainya tidak seberapa besarnya, namun dianggap telah membantu mendongkrak ekonomi keluarga. 

Padahal, untuk mencapai tempat pengambilan terdekat, mereka akan menggunakan pikap atau ojek. Lalu, ketika mereka berada di sana, antrian yang panjang dan melelahkan raga dan rasa. Lapar, haus, dan ongkos transport semua ini berdampak pembiayaan/pembelanjaan.

Ketika pemerintah menyebut, biaya pembuatan semua dokumen kependudukan tanpa pungutan, apakah semuanya itu gratis? Bagaimana mungkin pemberian yang cuma-cuma itu tanpa pengorbanan? Bahkan, para pengerat dari dalam institusi itu justru memanfaatkan situasi itu untuk mengeruk keuntungan. Kaki-tangan mereka pasang di luar institusi itu, lalu komunikasi dibangun. Berbekal nama dan pesan WhatsApp anggota masyarakat yang membutuhkan dokumen kependudukan tiba di sana, dan proses itu pun dimudahkan. Hal ini sudah menjadi rahasia umum.

Masih banyak lagi kemudahan atas nama cuma-cuma, tanpa biaya/uang, tanpa pungutan, namun faktanya orang harus berkorban untuk mendapatkan apa yang diperlukan itu. Hal yang harus dikorbankan yakni perasaan (emosi), waktu, tenaga dan tentu saja uang. Hal-hal yang demikian tentulah tidak gratis.

Dunia pendidikan pun makin banyak program yang "gratis" setelah era pandemi covid-19. Seminar-seminar tatap muka digeser menjadi webinar. Dunia digitalisasi makin memudahkan agar para guru mudah mengikuti seminar, mudah memperoleh sertifikat dan mudah pula mengurus angka kredit demi kenaikan pangkat dan jabatan fungsional guru.

Flyer webinar setiap harinya disebarluaskan melalui grup-grup WhatsApp. Semua flyer yang disebarluaskan untuk mengundang peserta webinar dipastikan akan disertakan dengan pernyataan, gratis. Benar! Webinar zaman ini dipastikan tanpa pungutan sepeser pun. Lalu, apakah para guru yang mengikuti webinar itu tanpa anggaran untuk menghadirinya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline