Lihat ke Halaman Asli

Roni Bani

Guru SD

Mudik untuk Kenangan Balik untuk Kemenangan

Diperbarui: 13 April 2024   18:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.socorejo-jenu.desa.id/

Mudik dan Balik sudah menjadi budaya yang khas masyarakat Indonesia. Mungkin saja satu-satunya yang unik di planet bumi ini (maaf bila keliru).  Data dari Kementerian Perhubungan Republik Indonesia bahwa pada tahun 2024 ini angka pemudik mencapai 71,7% penduduk Indonesia, atau sekitar  193,6 juta orang (sumber).  Data lain yang menyertai yakni nilai transaksi uang mencapai angka 153,7 triliun rupiah, angka yang fantastis, bukan? Bila membandingkan dengan angka pemudik tahun 2023  terdapat 123,8 juta orang.

Fenomena yang telah membudaya ini telah menjadi atensi yang sangat serius pemerintah dalam semua pemangku kepentingan. Kementerian Perhubungan, Kepolisian Republik Indonesia, dan Pemerintah Daerah di semua daerah, BUMN Jasa Raharja dan lain-lain. Semua pemangku kepentingan ini telah bersinergi dalam rangka kelancaran mudik dan balik setiap tahunnya, termasuk tahun 2024 ini.

Antara mudik dan balik selalu terjadi pada hari raya keagamaan. Hal ini terlihat sangat jelas pada saat Idulfitri/Lebaran. Perhatian Pemerintah dan pemangku kepentingan untuk urusan kelancaran mudik-balik sungguh sangat serius. Keseriusan ini untuk mengantisipasi berbagai hal yang tidak diharapkan, seperti kecelakaan lalu lintas, pencurian, jambret dan lain-lain. Intinya pemerintah ingin menjamin rasa nyaman masyarakat ketika akan melakukan mudik-balik.

Menariknya, bila akan berefleksi, mudik pada momentum hari raya keagamaan. Mari bertanya, apa yang kiranya akan didapatkan sebagai gema di relung hati ketika mudik dan balik?

Jawabannya sederhana, ketika mudik, arahnya ke kampung, bertemu kerabat dan sahabat yang lama tidak saling bersua fisik. Bahwa di zaman digital ini, orang dapat selalu berkomunikasi dengan memanfaatkan produk teknologi informasi, namun komunikasi yang demikian terasa berbeda bila bertemu secara fisik. Di sana, di kampung bersama kerabat dalam cerita-cerita kenangan masa lalu. Di sana ada canda bahkan mungkin kisah pilu yang reflektif. Bila semua itu disandingkan dengan nilai religiusitas, umat beragama merasakan kehangatan persekutuan dan persaudaraan yang makin intim ketika bersama dalam membaca dan berefleksi pada ayat-ayat suci dari kitab suci.

Maka, kenangan masa lalu yang berkesan akan selalu menjadi cerita menarik untuk saling mengoreksi antaranggota kerabat ketika bertemu. Demikian yang terjadi ketika bersama dengan para sahabat.  Derai air mata, plong rasa di dada, hingga peluk cium tak terhindarkan. Rasanya alam pedesaan/kampung menjadi kenangan paling indah bila mudik tiba.

Sebaliknya, ketika sudah saatnya untuk balik, kenangan bertemu beberapa hari menjadi "api penghangat" perjalanan pulang. Nyala api itu ditempatkan di rongga dada dan relung hati. Pulang membawa kenangan kampung, untuk meraih kemenangan pada suasana pertemanan, persahabatan dan rekanan di dunia kerja. Api penghangat yang dibawa itu akan menghangatkan sehingga akan memberi nuansa baru, pembaharuan sikap dan tindak. Pembaharuan sikap dan tindak yang demikian itu berdampak pada lingkungan kerja dan produktivitas. 

Kira-kira demikian sepenggal refleksi mudik-balik.

Umi Nii Baki-Koro'oto, 13 April 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline