Pemilihan umum 2024 telah berakhir setelah tanggal 14 Februari 2024 hari pencoblosan. Pada hari itu, siapakah di antara para calon anggota legislatif yang santai santuy? Rasanya tidak ada yang santuy aja.
Perhitungan perolehan suara khusus untuk calon anggota legislatif pada semua tingkatan mendebarkan. Pendekatan manual di Tempat Pemungutan Suara menarik perhatian pemilih dan para saksi dari partai politik peserta pemilu maupun saksi perseorangan. Angka demi angka bertambah pada orang tertentu, partai tertentu, atau tidak sama sekali pada orang dan partai tertentu. Gambaran biasa saja sesungguhnya.
Sekali lagi, siapakah di antara para calon anggota legislatif yang santuy pada hari pencoblosan dan sesudahnya?
Mungkin ada di antara mereka yang sudah malang-melintang di dunia perpolitikan nasional dan daerah. Mereka yang sudah sempat menikmati kursi panas sebagai anggota legislatif. Mereka yang santuy saja mengikuti perkembangan hitungan baik melalui apa yang disebut aplikasi sirekap oleh Komisi Pemilihan Umum, maupun perlahan namun pasti jelas yakni perhitungan secara manual dan berjenjang.
Perhitungan manual dan berjenjang memberikan kepastian, walau mungkin masih ada kekeliruan oleh karena faktor kelelahan. Maka, hari-hari ini Panitia Pemilihan Kecamatan di semua kecamatan di seluruh Indonesia sedang giat-giatnya melakukan pleno penghitungan suara perolehan calon anggota legislatif di semua tingkatan, termasuk di dalamnya calon anggota dewan perwakilan daerah dan calon presiden/wakil presiden.
SiRekap pun bermasalah sehingga Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan kesiapan mereka untuk bertanggung jawab (di sini). Anggaran yang disiapkan oleh UU APBN untuk proyek pengembangan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap), sebesar Rp3,5 miliar. Satu angka yang fantastis dengan kebermanfaatan yang dipertanyakan publik akan kesahihan data yang dipublikasikan. Oleh karena itu, Ketua KPU Hasyim Asyari menyatakan kesediaannya agar institusi KPU boleh diaudit.
***
Terlepas dari apa yang tersaji di depan, saya teringat pada satu kesempatan duduk bersama dengan seorang kakek. Kami bercakap-cakap sambil minum kopi di suatu tempat duka. Masyarakat Timor menyebut mete. Pada malam mete itu percakapan ini berlangsung. Dimulai dengan pertanyaan dari Sang Kakek, "Apakah menjadi anggota DPR itu profesi atau panggilan pelayanan?"
Pertanyaan ini selanjutnya diikuti dengan uraian-uraian seakan-akan sang kakek punya pengalaman sebagai anggota legislatif. Kami yang duduk bersama sang kakek jadi ikut suka mendengar.
Wah...