Lihat ke Halaman Asli

Roni Bani

Guru SD

Rasanya Beras Tak Tergantikan sebagai Makanan Pokok

Diperbarui: 24 Februari 2024   13:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri: Roni Bani

Belakangan ini harga beras naik tak tertahankan. Masyarakat mengeluh pada kenaikan harga, namun mau tidak mau harus membeli beras. Seberapa pun harganya, pasti harus membeli agar api dapur tetap mengepul. 

Di Kabupaten Kupang, selain beras, ada satu jenis makanan yang bukan makanan pokok tetapi sangat  vital dalam pergaulan. Sirih. Sirih menjadi komoditi yang sangat mahal bersamaan dengan naiknya harga beras. Maka, pilihan masyarakat pemamah sirih-pinang, dengan makan nasi menjadi gamang.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa masyarakat Timor dan sekitarnya punya satu kebiasaan mamahan yakni campuran sirih-pinang-kapur. Mamahan yang satu ini selalu ada pada mayoritas masyarakat sehingga pasar-pasar tradisional dipastikan di sana ada ketiga komoditi ini. Biasanya yang terganggu dalam ketersediaannya yakni sirih dan atau pinang. Hal ini bergantung musimnya berbuah. Oleh karena itu, bila sirih dijual per batang seharga dua ribu lima ratus rupiah, betapa mahalnya. Orang kemudian membandingkan dengan harga beras.

https://www.lazada.co.id/

Pada masyarakat Timor, jagung dikenal sebagai makanan pokok. Entah sudah berapa lama kemudian jagung digeser dengan beras. Di pedesaan, himpunan keluarga-keluarga berkumpul dalam acara-acara keluarga, mereka makan nasi. Jagung menjadi makanan tambahan bukan pokok. 

Bila ada kalimat seperti ini, "Kita hanya makan jagung saja!"  

Atau kalimat lainnya, "Mohon maaf, tidak sempat makan apa-apa!" Padahal sudah makan jagung. 

Kalimat ini mengisyaratkan bahwa jagung bukan lagi makanan pokok dalam keseharian, apalagi bila ada tamu.

Kini harga beras makin melonjak. Masyarakat perkotaan hingga pedesaan mengeluh. Keluhan bukan saja pada naiknya harga, tetapi juga pada ketersediaannya. Para pedagang sembako pun kelimpungan akan ke mana mencari beras untuk mengisi "gudang" mereka agar dapat melayani masyarakat.

Musim tanam tahun  2023/2024 menyisakan ketidaktentraman. Hujan tidak menentu datangnya. Area ladang-ladang dan sawah tadahan tidak dapat menghasilkan padi, jagung, labu, ubi dan kacangan. Masyarakat tetap mengharapkan pasokan beras sekalipun mahal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline