Etika sedang mengayun irama di permukaan ari emosi
saat para pementas riang mendeklamasikan dramaturgi
detak jantung sedang normal-normal saja
jarum jam terus berputar melingkar tiada henti
ayunan irama etika hendak menggema
siapa yang sedang memasang telinga kepekaan?
Irama etika melintas di lorong-lorong hati
emosi bermain bersama erosi karakter insan
menepuk dada di ruang publik tanpa dosa
berdiri tegak mengepal tinju menilang etika
bentang alam membisu bersama siulan bayu senja
saat aksara bermakna diperdengarkan pengadil
Irama etika bergeser ke kolong meja biro insan berakhlak
kata insan berakhlak itu noice tanpa voice bermakna
mereka sedang mencari sensasi di ruang partisan
mencla-mencle saat gerah ditimpuk literatur
insan berakhlak lalai pada moral almamater
lalu menilang etika tanpa salam kehangatan
Irama etika bergeser hingga pondok di huma
luasnya huma mengantar irama mendesis saja
penghuni pondok gemas dan menggertak gigi
hendak mengepal tinju, kepada siapa diarahkan?
mau memaki, ke arah kaum manakah disasar?
rindu keluar dari pondok mengadu langit,
ia membisu sambil merenda ketenangan hari esok
Umi Nii Baki-Koro'oto, 5 Februari 2024
Heronimus Bani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H