Drama Putusan Teledorkah?
Aku duduk di sini memandang naskah gugatan
membaca hendak menyikapi lakon kerugian
satir kegetiran dan keresahan hati kaum muda berpuak
menyusur gelinding nada sinis dan alibi di ruang publik
teriak histeria di panggung bertakhtakan martabat kekuasaan
lolongan menggema menyisir celah membelah hening singgasana
Para pujangga keadaban norma kokoh membawa kitab-kitab hukum
pujangga kebanggaan negeri bersinar kemuliaan insaniah
ke ruang semedi bisik berisik sikut bersirkuit dalam sirkulasi frasa
meradang bingung mendulang rasa dalam akta gamang di ambang
hingga hunjuk rona bersama di simpang tiga gelagapan kaum
siapa berdiri di sini, jongkok di sana dan duduk di antara keduanya?
Lakon dalam naskah telah dicobakan dalam ruang semedi
artisnya berwajah malaikat berhati keder menceracau fajar
menawarkan madu sisian empedu mewah di pentas adat berkaidah
putusan bersikukuh pada bingkai keteledoran dan kesadarankah?
kaum berpuak termangu cengengesan, geleng dan angguk
tidak pun wajib ya serta, ya walaupun tidak turut.
Ruang semedi penuh seni dramatisasi
menabrak etika mendongkel harmoni keadilan
menggoreng aksara berjejeran dalam lafal garing tak retak
pada bibir dan gergantang pendekar adat kanun teoritik
kaum bercula terus meninggikan tanduk keilmuan hukum
puak-puak kerdil digiring ke selokan berbelokan rimba norma
keseleo lidah hal biasa, teledor kata sudah lazim pada kaum bercula hukum.
PA ~ Pemulung Aksara ~ Heronimus Bani
Umi Nii Baki-Koro'oto, 20 Oktober 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H