Lihat ke Halaman Asli

Roni Bani

Guru SD

Sarjana dan Buku Sederhana

Diperbarui: 10 Juli 2023   18:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menukar buku dengan Tugas Akhir pada acara wisuda; dan menghadiahkan buku pada Nona Pendeta Neparasi; Kolase: Dokpri, Roni Bani  

Senja tiba pada beberapa hari lalu. Hari itu tanggal menunjuk  tujuh tujuh dua ribu dua puluh tiga. Halaman rumah dengan konstruksi tembok itu telah berdiri tenda. Mereka menyebutnya, tenda syukur. Saat itu berbaris dan berjejer kursi-kursi di dalam tenda. Di hadapan beberapa kursi terdepan, dua tiga unit meja dengan hiasan sederhana nan anggun. Pada dinding tembok bangunan tua itu terpampang sehelai baliho. Di sana tertulis SYUKUR WISUDA, we're finally here, diikuti serangkaian kalimat menarik yang mengesankan. Kalimat itu menjadi penanda bagai prasasti yang akan terus mengingatkan penyelenggara acara ini.

Petinggi di dalam kampung kecil ini mulai berdatangan. Mereka terdiri dari Kepala Desa dan perangkatnya, dan pemimpin institusi agama dan sahabat-sahabatnya. Para tokoh, sahabat dan kerabat pun mulai berdatangan. Ada yang datang dari dalam kampung ini, hingga yang nun jauh terjauh dari selatan Amarasi Raya.

Syukur Wisuda. Siapa yang bersyukur untuk wisudanya? Kapan diwisuda dan di mana wisudanya?

Seorang gadis, sulung dalam satu keluarga kecil yang tergabung dalam satu komunitas keluarga besar dalam kampung bernama Oebaki. Oebaki berada di dalam desa Kotabes, Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang. Sang gadis yang diwisuda ini sangat berbahagia bersama orang tuanya, adiknya semata wayang, kakek-neneknya, dan para paman dan bibi yang disebutkannya sebagai bapak 1-5 dan mama 1-4. Satu pengalaman syukuran wisuda yang menarik.

Gadis ini melewati hari bersekolah di kampung, desa dan kota kecamatan tempat kelahirannya. Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas, semuanya dirambahi hanya di area Kotabes-Oekabiti. Belum tiba di kota Kupang. Pergi ke kota Kupang hanya untuk kepentingan sesaat. Jadi, pengalaman hidup sebagai orang pedesaan menjadi santapannya.Lalu... ia dinyatakan diterima sebagai mahasiswa Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga - Jawa Tengah.

Wah... jauh sekali. Kota Kupang pun dilewatinya. Laut dan lautan, pulau kecil dan pulau besar tak disinggahi. 

Perkuliahan yang mencemaskan pada awalnya. Teman tiada. Sahabat pun hampa. Nasib baik berpihak ketika seorang sahabat sesama Timor. Mereka pun menjadi saudara dalam persahabatan, dan menjalin rasa itu dengan tekad untuk menyelesaikan studi secara bersama.

Waktu berlalu dalam masa studi. Kunjungan orang tua? Tidak! Ibu mengantar pada mulanya. Ayah menjemput pada akhirnya.

Tugas-tugas perkuliahan dijalani baik di sekitaran Salatiga dan atau kembali ke Sinode GMIT untuk dikirim ke jemaat lokal di dalamnya. Lalu seiring waktu bergulir, akhirnya tiba pada masa menulis tugas akhir yang rumit, ribet, ribut, cemas dan gemas.

Tugas Akhir dengan segala ceritanya yang beraroma ketegangan "ancaman" orang tua oleh karena telah merasa "sirna" materi kehidupan untuk menunjang. Dalam situasi yang demikian, ia menyelesaikan seluruh proses tugas akhir sampai ujian dan dinyatakan lulus dengan MEMUASKAN. 

Sore ini para narasumber untuk tugas akhir mendapat undangan. Hadir di antaranya seorang (yang sedang menulis dan tulisannya para sahabat sedang membacanya). Seseorang membisikkan bahwa akan ada permintaan untuk memberikan sambutan pada acara syukuran ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline