Pengantar
Mungkin para sahabat pembaca sudah mengetahui tentang jumlah bahasa daerah di permukaan bumi ini, dan digunakan oleh pemilik bahasa itu? Wah... di Indonesia saja, katanya kurang lebih ada 700 bahasa daerah dengan tingkat degradasi untuk menuju kepunahan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Bagaimana mengetahui keseluruhannya di dunia ini?
Data menunjukkan pada kita bahwa Indonesia menduduki posisi kedua dengan 715 bahasa daerah, sementara posisi pertama ditempati oleh Papua New Guine dengan 840 bahasa daerah. (sumber 1 dan 2). Bahasa daerah sebagai kekayaan suatu bangsa, suatu komunitas yang menjadi entitas dan ciri pembeda dengan komunitas lainnya, pun bangsa lainnya.
Bahwa suatu negara memerlukan bahasa persatuan, hal ini dipandang sebagai politik bahasa sehingga warga negara atau penduduknya "diwajibkan" secara senyap untuk mempelajarinya agar mudah dalam berkomunikasi di ketika bersuamuka sebagagai sesama warga negara.
Tentulah tidak elok ketika orang sesama warga negara bersuamuka dengan masing-masing menggunakan bahasa daerahnya. Maka, pantas dan patut mendapat apresiasi ketika ikrar para pemuda di Indonesia pada tahun 1928 menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Implisit mereka tetap merindukan bahasa daerah dipakai dan dilestarikan.
Rene van den Berg (di sini 3) dalam tulisan ilmiah berjudul juara satu dan dua, membandingkan situasi kebahasaan Indonesia dan Papua Nugini, di sana digambarkan dalam satu tabel 10 negara dengan kepemilikan bahasa daerah terbanyak. Ke sepuluh negara itu yakni:
- Papua Nugini, 836 bahasa daerah
- Indonesia, 706 bahasa daerah
- Nigeria, 522 bahasa daerah
- India, 447 bahasa daerah
- RR China, 298 bahasa daerah
- Mexico, 282 bahasa daerah,
- Kamerun, 280 bahasa daerah
- Brasil, 215 bahasa daerah
- Amerika Serikat, 214 bahasa daerah
- Australia, 214 bahasa daerah
Membaca data yang demikian, kiranya kita akan berpikir betapa kayanya planet bumi ini dengan bahasa. Lalu, satu tindakan luar biasa yakni penghuni planet bumi ini dapat berkomunikasi saat ini, apakah dengan bahasa berbeda? Tidak. Sudah jelas, dimana-mana orang berkomunikasi dengan satu bahasa internasional yang telah disepakati yakni Bahasa Inggris, sekalipun kita pun mengetahui bahwa pada level para pejabat tinggi negara, misalnya, Presiden, Raja atau Perdana Menteri, masih ada pula yang menggunakan bahasa nasionalnya sehingga butuh penerjemah. Hal ini tentu menjadi kebanggaan pada pemilik bahasa nasional itu, sambil mungkin orang bergosip bahwa sang petinggi negara kurang fasih berbahasa asing dalam percaturan internasional.
Tulisan ini dibuat untuk mengingat sejarah penetapan 21 Februari ditetapkan sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional dan urai persepsi perhatian pada kegiatan kebahasaan dalam rangka pelestarian bahasa ibu, bahasa daerah, bahasa yang paling mudah dimengerti, dan bahasa hati pemilik dan penggunanya. Urai persepsi itu saya batasi di wilayah kerja yang pernah dan sedang kami lintasi.
Hari Bahasa Ibu Internasional membingkai Bahasa daerah di NTT
Tokoh yang menghendaki perhatian dunia internasional pada bahasa ibu berasal dari Bangli Bangladesh bernama Rafiqul Islam. Bangladesh memiliki satu hari besar nasional yakni, Hari Gerakan Bahasa. Sekretaris Jenderal PBB saat itu, Khofi Anan menerima surat dari Rafiqul Islam yang tinggal di Vancouver, Kanada.
Isi surat itu yakni meminta PBB melalui Sekjen Khofi Anan untuk mengambil langkah menyelamatkan bahasa dunia dari kepunahan dengan mendeklarasikan Bahasa Ibu Internasional (International Mother Language Day). Surat bertanggal 9 Januari 1998, selanjutnya ditindaklanjuti, dan disepakati untuk tujuan mulia itu dengan menetapkan 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional(4).