Lihat ke Halaman Asli

Roni Bani

Guru SD

Monumen Tirosa Salah Satu Ikon Kota Kupang

Diperbarui: 5 Februari 2023   13:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi, foto dokpri RoniBani

Bila kita melakukan apa yang disebut gugling pada zaman digital ini, kita akan dengan mudah mendapatkan informasi, data dan dokumentasi (foto/gambar). Suatu perkembangan yang sangat menarik, membantu dan memudahkan. Dunia zaman ini sudah bagai satu kampung kecil saja dengan kunci dan pintu masuknya yakni seruas satu jari tangan (telunjuk) saja.

Salah satu di antara begitu banyaknya hal yang kiranya mudah ditemukan yakni monumen Tirosa. Satu monumen yang berdiri di pintu masuk ke kota Kupang ketika tetamu datang dari arah timur, misalnya dari Bandar Udara Internasional El Tari. 

Siapakah ketiga tokoh di atas?

Ketiga tokoh di atas mewakili etnis-etnis mayoritas di Kabupaten Kupang sebelum pemekaran. Kabupaten Kupang pada saat berdiri meliputi sebahagian daratan Timor Bagian Barat yang dihuni oleh etnis Atoin Meto' (Amfo'an, Am'abi, Amarasi, Fatule'u); Sabu dan Rote. Sementara etnis Helong yang menghuni pulau Semau tergolong sebagai Atoin Meto' sekalipun dari aspek bahasa, mereka mempunyai bahasa sendiri, yakni bahasa Helong.

Jadi Tirosa kiranya merupakan akronim dari Timor, Rote dan Sabu; dengan tokoh-tokoh; (1) Hendrik Arnold Koroh [sering pula ada yang menulis Hendrik Rasyam Koroh (H.R.Koroh)] mantan Ketua Dewan Raja-raja Timor, (2) Prof. Dr. Ir. Herman Johannes (mantan rektor UGM 1961-1966); dan Mayjend. TNI El Tari (mantan gubernur NTT  1966 - 1978). Ketiganya kiranya mewakili tiga etnis/entitas besar dalam Kabupaten Kupang.

H. Arnold (R) Koroh

Hendrik Arnol Rasyam Koroh (H. A. R. Koroh) merupakan salah satu Usif (raja) dalam dinasti Koroh yang berkuasa di Pah Amarasi. Dia merupakan salah satu usif yang memiliki pengaruh amat besar pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Hal ini terlihat dengan pertemanan/persahabatannya dengan Isaac Huru Doko ketika mereka mendirikan Partai Demokrasi Indonesia Timor (PDIT). Dapat di baca di sini

Hendrik A. R. Koroh lahir di Baun, 9 April 1904. Menempuh pendidikan di tiga jenjang sekolah berbeda lokasi yakni ELS di Kupang (1920), MULO di Batavia (1924) dan AMS di Jogjakarta namun tidak menampatkannya karena alasan politis yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda, Residen Timor di Kupang memanggilnya pulang untuk dinobatkan sebagai raja menggantikan ayahnya, Alexander Rasyam Koroh yang dipecat.

Hendrik A. R. Koroh yang dipanggil pulang justru tak dapat "diatur" oleh Residen Timor. Koroh menghadiri Konferensi Malino dengan menyuarakan integrasi ke dalam NKRI. Sekembalinya dari Konferensi Malino, para usif (raja) di Timor bertemu dalam suatu perundingan raja-raja Timor yang menghasilkan kesepakatan yakni mendukung perjuangan H. A. R. Koroh melalui meja perundingan bersama-sama para penjuang nasionalis lainnya.

H.A.R. Koroh pada Konferensi Malino; sumber: Digital Collections, Leiden University Libraries

Pada 21 Oktober 1946, Federasi Raja-raja Timor terbentuk dimana H. A. R. Koroh (Usif Amarasi) sebagai Ketua, dan A. Nisnoni (usif Kopan/Kupang) menjadi Wakil Ketua. Perjuangan integrasi Federasi raja-raja Timor dan sekitarnya ke dalam NKRI terus diperjuangkan sampai Belanda mengakui NKRI sebagai negara berdaulat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline