Lihat ke Halaman Asli

Roni Bani

Guru SD

Pasangan Kekasih ini Menikah di Melbourne Australia Bersyukur di Koro'oto Pah Amarasi

Diperbarui: 13 Februari 2023   10:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: kiriman Family Design; 

Pengantar 

Pada tahun 2013, seorang pemuda candidate of Doctor tiba di Koro'oto. Ia datang dengan satu rombongan tim yang terdiri dari para ahli bahasa dan orang asli pengguna bahasa daerah. Para ahli berasal dari luar negeri, dari universitas dan program studi yang fokus pada riset bahasa dan budaya. Para ahli ini pun berada dalam NGO seperti Summer International Languages (SIL), Australian Society Indigenous Languages (AuSIL), Wiclyff Bible Translators, dan lain-lain. Sementara itu orang asli pengguna bahasa daerah di sekitar lingkunga pelayanan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT). Mereka itu seperti, Bahasa Melayu Kupang, Bahasa Amarasi, Bahasa Helong, Bahasa Dhao, Bahasa Tii, Bahasa Lole, Bahasa Tetun, dan lain-lain. Datang pula dosen-dosen bahasa dari Universitas Kristen Artha Wacana Kupang.

Pada saat mereka tiba, ada suatu peristiwa kematian dari seorang nenek di dalam kampung ini. Mereka ikut dalam upacara penguburan jenazah dari nenek yang meninggal dunia ini. Malam itu, sang pemuda bermalam di rumah dinas SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan. Seorang guru SD, Roni Bani, menyediakan tempat tidur sederhana untuk sang pemuda. Beberapa hari kemudian ia pulang ke kota Kupang dan melanjutkan perjalanannya kembali ke Australia.

Beberapa bulan kemudian, ia kembali ke Indonesia, di Kota Kupang khususnya melalui Unit Bahasa dan Budaya GMIT Kupang (UBB GMIT)  Kepulangannya kali ini untuk membantu UBB GMIT dalam dokumentasi bahasa-bahasa daerah di lingkungan pelayanan GMIT. Ia memilih ke desa Nekmese, Amarasi Selatan. Di sini, ia menumpang pada keluarga Roni Bani yang sudah pindah ke rumah pribadinya, rumah tua milik keluarga Bani yang disebut Umi Nii Baki Koro'oto.

Dokumentasi bahasa dilakukan oleh Dr (Cand) Owen. Ia berkeliling ke banyak tempat, khususnya di Pah Amarasi dan daratan Timor Barat hingga perbatasan Timor Leste. Dari hasil dokumentasi bahasa ini, lahir peta bahasa yang dikeluarkan oleh UBB GMIT Kupang. Pembaca dapat berkunjung  di sini.

Pasangan Dokumentis Bahasa Daerah menjadi Pasangan Suami-Isteri

Owen - Kirsten bertemu dalam lanjutan kegiatan dokumentasi bahasa daerah untuk membantu UBB GMIT Kupang. Bantuan yang diberikan kepada UBB GMIT Kupang sangat bermanfaat untuk pengembangan ilmu bahasa daerah di daratan Timor dan sekitarnya. Hal ini untuk memperkuat daya pelayanan GMIT dengan menggunakan bahasa daerah, bahasa ibu, bahasa hati, bahasa yang paling mudah dimengerti oleh pemilik sekaligus penggunanya.

Anggota-anggota dari Organisasi keagamaan GMIT baik sebagai orang individu maupun sebagai gereja lokal (jemaat) tersebar di daratan Timor Barat, pulau Sabu, pulau Rote, kepulauan Alor, Flores,  Sumbawa (NTB) dan Batam. Bila membayangkan berapa banyak bahasa daerah yang ada pada setiap tempat ini. 

Hasil dokumentasi bahasa ditulis dalam makalah-makalah ilmiah dan dipresentasikan pada beberapa konferensi internasional.

Seiring waktu berjalan dalam pertemuan-pertemuan sebagai sesama dokumentis bahasa daerah, komunikasi dibangun. Jalinan komunikasi baik secara langsung maupun melalui surat elektronik menjadikan kedua muda-mudi ini menjadi kekasih yang saling mempercayai. 

Jarak Melbourne - Sydney menjadi amat dekat karena surat elektronik. Jarak Australia  - Jerman pun tetaplah dekat karena surat elektronik. Jarak Amarasi - Amfo'an (Lelogama) jauh ketika mesti ditempuh dengan kendaraan, apalagi pada saat itu jalan masih bersifat darurat. Tanjakan bok sapulu masih sangat memprihatinkan untuk dilewati. Adrenalin pengguna jalan (sopir, konjak, penumpang, pemotor, dan pejalan kaki) diuji di area ini. 

Bukit di Lelogama yang disebut dalam bahasa lokal Amnefu Humoon menjadi penawar lelah dan pendingin rasa sesudah tanjakan bok sapulu  yang terkenal itu. Amnefu Humoon lalu berganti nama oleh mereka yang datang ke sana untuk"cuci mata"; nama yang diberikan bukit teletabis. Anehnya, masyarakat pun ikut-ikutan, termasuk kaum terdidik di dalam Lelogama dan Amfo'an (Amfoang) pada umumnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline