"Rumah tanpa buku ibarat kamar tanpa jendela." - Heinrich Mann
Pengantar
Heinrich Mann, penyair dan novelis dari Jerman menuliskan kata-kata bijak sebagaimana saya kutipkan di atas. Sangat banyak penulis dan atau mereka yang "kutu buku" akan berbicara atau membuat pernyataan tentang membaca, terlebih membaca buku atau menulis buku.
Hal membaca buku dan menulis buku sesungguhnya diasumsikan sebagai pekerjaan antara mudah, ya, tetapi tetap tidak semudah mengatakannya, karena diperlukan sikap mencintai bacaan dan buku.
Zaman sejarah bergeser secara cepat ketika mesin cetak ditemukan oleh Johannes Gutenberg pada 1450, yang menggeser zaman menulis dengan peralatan di tangan dengan mencetak jejeran huruf timbul dari mesin cetak yang makin cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak.
Sejak itu diperkenalkan kepada publik hasil kreasi Johannes Gutenberg, maka terjadilah revolusi di dunia tulis-menulis dimana banyak karya tulis dicetak, diperbanyak, dicetak ulang dan seterusnya dan disebarluaskan ke berbagai tempat. Dari sana, inspirasi menulis tumbuh seiring dengan inspirasi (dan bagai kebutuhan) membaca.
Apakah membaca buku atau tulisan apapun sudah menjadi budaya kita? Ini pertanyaan mudah, sulit mendapatkan jawabannya karena diperlukan akurasi data hasil riset. Saya tidak hendak menuju ke sana dalam artikel ini. Saya cukupkan pada pengalaman saya selama beberapa tahun ini, yakni menginspirasi dengan buku.
Berbagi Buku sebagai Sikap Menginspirasi
Ketika saya dimutasikan ke sekolah tetangga, di sana saya tetap melakoni kebiasaan menulis. Menulis di blog sebagai kebiasaan, membagikan link blog kepada para sahabat sesudah menulis. Para sahabat yakni rekan-rekan guru dan siapa pun yang mau mebaca tulisan-tulisan saya. Saya terus menulis terlebih ketika buku pertama terbit pada tahun 2015, dan walau tidak produktif, tetapi blog yang sering saya bagikan menurut para sahabat mereka rindu untuk membaca. Entahlah...
Pada banyak kesempatan kami turut serta dalam mengurus perkawinan pasangan-pasangan kekasih yang berketetapan hati untuk berumah tangga. Pada suatu waktu saya memutuskan untuk membawa buku sebagai hadiah.
Ketika menyerahkan buku, sering saya mendapatkan peluang untuk berbicara, maka saya nyatakan bahwa "bila setiap undangan yang datang membawa 1 eksemplar buku dengan judul apapun, dipastikan keluarga kecil yang baru terbentuk ini akan memiliki satu unit perpustakaan kecil. Betapa akan ada perpustakaan di semua rumah tangga baru, bila para undangan hadir dengan buku."
Saya tidak berhenti di sini, saya teringat anak-anak. Saya latih anak-anak menulis walau instensitas latihannya sangat rendah. Satu hal yang saya lakukan yakni menghadiahi lulusan dengan buku.
Dalam 4 tahun bertugas di sekolah baru, mereka yang lulus dipastikan akan mendapatkan buku. Khusus mereka yang lulus pada tahun keempat, mereka membawa pulang buku yang ditulis oleh mereka sendiri.