"Orang hebat bisa melahirkan beberapa karya bermutu, tetapi guru yang bermutu dapat melahirkan ribuan orang-orang hebat."(Nn ~ Merdeka.com)
Pengantar
Saya tidak mengulang ulasan dan uraian tentang latar pikir sejarah filosofi sosiologi dan lain latar yang mengantarkan tanggal 25 November ditetapkan sebagai Hari Guru Nasional.
Pengetahuan itu sudah ada dalam benak para guru Indonesia, khususnya mereka yang menjadi anggota PGRI, Persatuan Guru Republik Indonesia. Tulisan saya hari ini pada ucapan selamat hari guru nasional oleh siapa pun yang mau mengucapkannya, yang disasarkan pada Guru, dosen, dan mereka yang berada di ranah pendidikan dengan sebutan-sebutan lainnya seperti widyaiswara, dan sejenisnya.
Selamat Hari Guru Nasional
Pada tanggal 25 November setiap tahunnya, para guru di Indonesia mengajak para siswa, orang tua siswa, birokrasi pendidikan di semua jenjang merayakan Hari Guru Nasional sekaligus memperingati hari ulang tahun organisasi guru, Persatuan Guru Republik Indonesia.
Pada saat seperti ini, semua pengurus organisasi PGRI atau organisasi serupa yang berafiliasi dengan PGRI berseragam yang sama, batik kesuma. Suatu pemandangan yang menarik. Bahkan bila seorang Kepala Negara/Kepala Pemerintahan NKRI turut serta pada acara yang demikian ini, dipastikan ia pun akan mengenakan batik kesuma.
Misalnya, Presiden saat itu, Ir. H. Joko Widodo, bila menghadiri acara ini dipastikan akan mengenakan batik kesuma, kecuali Presiden yang satu ini menginstruksikan hal lain dalam hal kostum upacara.
Pada tanggal 25 November setiap tahunnya, upacara bendera di halaman kantor-kantor yang mengurus dunia pendidikan, dipastikan akan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan lagu Hymne Guru. Khusus lagu Hymne Guru yang dikomposi oleh Sartono seorang guru (swasta) SMP di Madiun. Hymne itu sangat membekas di hati guru dan siswa Indonesia.
Pada frasa terakhir, tanpa tanda jasa, inilah yang menyebabkan hati para guru menjadi miris teriris. Lalu terdengar kabar, kini frasa itu telah diubah entah oleh siapa menjadi, pembangun insan cendekia.
Pada tanggal 25 November setiap tahunnya, para guru akan mendengarkan sambutan. Sesekali sambutan Presiden, tetapi selalu sambutan Menteri. Di daerah provinsi, dapat saja seorang Gubernur menyampaikan sambutannya sendiri dengan menyentil sambutan Menteri atau Pengurus Besar PGRI Pusat; begitu pula di daerah otonom Kabupaten dan Kota. Seorang Bupati atau Walikota dapat saja menyampaikan sambutannya di luar teks sambutan Menteri atau Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Pusat.
Varian sambutan yang berbeda itu secara prinsip sama yakni mengingatkan guru akan peran pentingnya dalam dunia praktis pendidikan bersama para siswa dan pemangku kepentingan di sekitar sekolah. Sementara itu kebijakan pemerintah pusat atau daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota) disampaikan pula sebagai "penghangat dan pemekar" hati para guru. Semua sambutan itu akan diakhiri dengan selamat hari guru.
Pada tanggal 25 November setiap tahunnya, para guru akan mengheningkan cipta, terutama untuk mengenang jasa para guru yang telah terlanjut tersematkan frasa pahlawan tanpa tanda jasa.