Sang Pengabdi
Menyapa dan menyusuri jalan berdebu
Berpacu dan berkejaran dengan waktu
Tak hirau tak acuh deru kendaraan
Tak cemas pada dingin memagut
Kala sang penguasa langit tuangkan cawannya
Wajah-wajah lugu haus ilmu dan ajaran
Menari-nari di pelupuk mata menunggu
Untaian kata terucap dan suri terpasang makna
Urai rasa dalam kata terujar menyejukkan jiwa
Ruang persegi menjadi saksi bisu pengabdianmu
Menyaksikan tingkah polos kaum penerus
Canda tawa cemas tangis penghangat suasana
Hening sepi berkutat dengan soal dan hal
Lengking suara kala adu argumen nan kritis
Ruang persegi menjadi saksi bisu pengabdianmu
Entah berapa tinta dan kapur putih tergores di papan tulis
Entah berapa lisan terucap sarat makna
Entah berapa lembaran tumpahan ilmu terkoreksi
Entah berapa ajaran budi kau tanamkan
Waktu demi waktu kau jalani demi pengabdian
Berserah diri mengharap kasih Ilahi
Ilmu kau beri asa kau pajang di masa depan
Satu persatu sang penerus silih berganti
Tumbuh menjadi tunas-tunas negeri
Kau tetap di sini setia mengabdi
Sampai masa 'kan berakhir nanti.
Seorang sahabat penulis mengirim draft puisi yang ditulisnya pada Kamis (9/11/22) melalui aplikasi WhatsApp. Ia meminta saya agar puisi yang ditulisnya ini mengalami proses sunting di tangan saya. Draft itu kemudian saya sunting dengan hasil seperti yang saya tempatkan di sini. Puisi yang ditulisnya ini akan digunakan dalam satu lomba membaca puisi oleh anak-anak sekolah di kampungnya. Sahabat yang menulis puisi ini merasa kurang percaya diri sehingga ia butuh proses sunting sebelum puisi itu dikirim kepada anak-anak di kampungnya.
Saya menyampaikan terima kasih atas kepercayaan yang ia berikan. Saya memotivasi untuk terus menulis. Puisi yang dikirimnya itu saya sunting sedemikian rupa untuk menjadi seperti yang terlihat di atas.
Koro'oto, 14 November 2022
*puisi ini dipublikasikan di sini atas isin dari penulisnya, Pdt. Kolmalaikol Manimabi, S.Th