Pengantar
"Jadikan setiap tempat sebagai sekolah dan setiap orang sebagai guru," Ki Hadjar Dewantoro
Pada akhir tahun 2021 Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo menerima tugas sebagai presidensi G20, suatu forum kerja sama internasional yang dibentuk pada tahun 1999 (baca, sumber) dengan tujuan menemukan solusi bersama atas kondisi ekonomi global.
G20 beranggotakan negara-negara: Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa (di sini).
Menariknya, Indonesia menjadi satu-satunya wakil ASEAN yang oleh karenanya dipastikan memainkan peranan penting di kawasan ini.
Forum G20 pada tahun 2022 ini bertema: Recover Together, Recover Stronger (pulih bersama, pulih lebih kuat). Tema ini menjadi payung besar yang menjangkau berbagai isu di samping ekonomi global. Salah satu bidang pembahasan dalam forum G20 yakni pendidikan dan kebudayaan.
Presiden Ir. H. Joko Widodo sebagai yang memimpin forum G20 pada tahun 2022 ini, selanjutnya secara pasti mendelegasikan kewenangan pembahasan isu-isu pendidikan pada Menteri Pendidikan,Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim.
Mendikbudristek RI, Nadiem Anwar Makarim melalui kanal YouTube Kemdikbudristek telah melakukan kick of G20 on Education and Culture.
Ketika meluncurkan program kick of ini, Mendikbudristek RI, Nadiem Anwar Makarim sebagai Ketua Kelompok Kerja Bidang Pendidikan G20 (G20 Education Working Group) menyebutkan 4 isu pokok dalam pembahasan G20 bidang pendidikan. Keempat isu itu yakni:
- kualitas pendidikan untuk semua (universal quality education)
- teknologi digital dalam pendidikan (digital technologies in education)
- solidaritas dan kemitraan (solidarity and partnership)
- masa depan dunia kerja pasca covid-19 (the future of work post covid-19) (sumber)
Lalu, jika boleh bertanya, mungkinkah pendidikan pedesaan di Indonesia akan terdampak dari forum G20 yang bermartabat ini?