Pengalaman Sandiaga di bidang politik harus jujur diakui belum matang. Tokoh ganteng berpenampilan flamboyan ini mungkin belum terlalu paham bahwa politik itu labil dan dinamis. Bahasa kerennya relatif cair. Itu artinya hari ini ngomong apa besok bisa ngomong lain lagi. Bahkan apa yang diucapkan sekarang, tetap diakui sebagai ucapan yang pernah terucap namun dimaknai berbeda di kemudian hari. Politik Ahok misalnya, menampakkan sekali hal tersebut.
Yang semula ngotot mengatakan di pihak relawannya akhirnya juga melalui tol yang lebih mulus lewat jalur partai. Bagi lawan Ahok, hal ini mempertunjukkan bahwa calon petahana ini tidak konsisten. Termasuk dari kalangan ini yang memanfaatkan celah ketidakkonsistenan Ahok adalah sahabat Sandiaga Uno. Bahkan, mereka menawarkan kepada relawan teman Ahok, kalau mereka mau bergabung ke kubu Sandiaga dipersilahkan. Menurut mereka, Sandiaga lebih konsisten.
Tentu konsistensi itu sebenarnya belum sepenuhnya teruji. Konsistensi yang dimaksud adalah bahwa Pak Sandi tetap akan menggunakan jalur partai. “Jadi, kalau Teman Ahok, Amalia, dan teman-teman yang mau bergabung ke Sahabat Sandiaga Uno silakan saja. Kami sangat terbuka, kami rangkul, dan senang menyambut Teman Ahok jika mau bergabung. Intinya bagaimana kami bangun Jakarta dengan kebersamaan di bawah komando pemimpin yang berintegritas," kata salah seorang sahabat sandiaga.
"Bang Sandi dari awal sudah komit melalui parpol, dan sekarang selain Gerindra juga PKS, PAN, PKB, dan partai lain juga sudah banyak komunikasi yang semakin mengerucut," lanjutnya. Lalu mereka menggalang sebuah koalisi kekeluargaan. Jujur saja koalisi kekeluargaan ini mengingatkan saya pada koalisi permanen KMP yang tidak jadi permanen karena kemudian bubar. Sebenarnya dalam koalisi kekeluargaan sesumbar konsistensi sahabat sandiaga dipertaruhkan. Dan benar saja, begitu bang Sandi dipasangkan dengan bang Mardani yang merupakan kader PKS, partai partai lain siap siap membubarkan diri dari koalisi kekeluargaan.
Di antaranya adalah PPP, PD, PKB. Alasannya pemasangan Sandiaga dengan mardani belum melalui tahapan mekanisme komunikasi yang benar. Melihat kenyataan tersebut, Gerindra buru buru meralatnya dan mengatakan bahwa pencalonan itu masih sebatas wacana dan bersifat sementara. Yang jelas, meskipun tampak tidak konsisten, kita masih bisa melihat konsistensi bang Sandi bahwa akan lewat jalur partai. Koalisi kekeluargaan, sepertinya juga sedang berjalan sendiri sendiri. PAN sudah memanggil pendekar ngepret kita, bang Rizal Ramli dan bersiap siap menawarkan ke partai partai yang lain karena PAN hanya memiliki 2 kursi. Kalah jauh dengan saat di bawah kepemimpinan pak Amien Rais. Katanya.
Sementara PAN cenderung ke pak Rizal Ramli, saya belum begitu menangkap sinyal dengan partai mana akan membangun koalisi, muncul wacana koalisi lain, sebuah poros baru yang dimotori oleh Bung Yuzril. Yuzril yang adalah penggedhe PBB, karena tidak memiliki kursi di DPRD, mencoba merangkul 3 partai lain: Demokrat, PPP, dan juga PKB. Tidak kalah menarik bahwa pasangan idamannya adalah pak Sjafrie yang dulu memiliki tingkat keterpilihan dalam berbagai survei lebih tinggi dari Sandiaga. Jadi, kalau mereka berpasangan besar kemungkinan bisa mengalahkan Sandiaga-Mardani.
Bahkan, mungkin juga mengalahkan Ahok yang tidak konsisten itu. Sampai di sini, di tengah politik yang sangat dinamis ini, Sandiaga kelihatan masih konsisten dengan jalur partai. Namun demikian, beberapa kalangan melihat bahwa Gerindra sepertinya sedang bunuh diri dengan mengusung sandiaga-Mardani. Ingat bahwa dulu, pada saat seleksi calon dalam internal Gerindra, Bang Sandi ini tingkat keterpilihannya relatif rendah. Wajahnya dan juga ketokohannya kurang begitu merakyat kalau dibandingkan dengan pak Sjafrie dan juga pak Yusril. Sekarang lagi ditambah dengan pemilihan pasangan pak Mardani yang sama sekali belum kelihatan atau kedengaran namanya. Tambah terpuruk lagi.
Tapi marilah kita sedikit melihat, mengapa Sandiaga dicalonkan oleh Gerindra. Alasan pertama karena beliau merupakan kader partai. Jadi, meskipun tingkat keterpilihannya rendah, dengan mesin partai diharapkan bisa meningkatkan elektabilitas. Jadilah kemudian Yusril dan Sjafrie tereliminasi. Yang kedua, ada usaha dari (ini katanya pihak Gerindra) Sandiaga untuk mendekatkan diri dengan rakyat. Sebenarnya saya sendiri masih ragu dengan kejujuran motivasi tersebut. Karena bagaimanapun juga mempertaruhkan orang baru yang belum berpengalaman ini cukup riskan untuk partai sebesar Gerindra.
Kalau dilihat latar belakang masing masing kandidat, akan sedikit bisa dijadikan alat untuk menebak nebak motif yang sebenarnya. Meskipun bisa saja ini salah total. Begini: Yuzril berlatar belakang hukum dan memang politikus. Politikus dan hukum itu kalau dalam dunia politik, biasa 'mengadali' teman ataupun lawan politiknya. Jadi, meskipun tingkat keterpilihan tinggi, Gerindra bisa mengeliminasinya sebagai bentuk kewaspadaan. Ditambah lagi, Yusril adalah pemimpin dari partai tanpa suara di DKI. Kan hanya menguntungkan partai tanpa suara itu? ini bisa dijadikan alasan emangnya Gerindra tidak punya kader sendiri. Berbeda dengan Yusril yang dari kalangan politikus, calon berikutnya dari kalangan birokrat pemerintahan yang dinilai cukup berintegritas.
Sayangnya, tokoh ini juga bukan dari partai. Berbeda dengan Sandiaga. Tahu kekuatannya? yak... tokoh kita ini berasal dari kalangan pengusaha. Meskipun sempat tersangkut kasus Panama Paper, tak jadi masalah. Sebagai pengusaha, kemungkinan besar dan ini bisa saja salah, faktor sumbangan calon untuk partai cukup menentukan dalam pencalonan partai Gerindra. Tentu saya tak asal ngomong. Saya membandingkan dengan orang dekat Gerindra, penyanyi kawakan dan juga enterpreuner musik sekelas Ahmad Dhani saja merasa tak punya cukup modal untuk maju, apalagi Sjafrie dan juga Yusril? sekali lagi bisa saja tebakan ini salah dan semoga memang salah. Karena, dalam ilmu penafsiran apalagi politik, dan juga diplomasi, makna yang tersirat atau tak terkatakan jauh lebih besar daripada yang dikatakan.
Nah... sampai sekarang kelihatan kan, kebenaran sahabat sandiaga? Yup... sandiaga masih konsisten dengan jalur partai. Tapi bagaimana dengan partai Gerindra sendiri? Yang jelas sekali kelihatan adalah partai Gerindra sedang menantikan ke mana bu Mega menentukan sikap. Yang jelas dan ini bisa dipastikan bu Mega tidak mungkin mengusung Sandiaga. Ini bisa dipastikan dengan kemungkinan di atas 95 persen. kalau sampai bu Mega mendukung pencalonan Sandiaga, maka benar tuh akan terjadi tsunami politik yang menggegerkan dunia pewayangan tanah air. Beneran, ga hanya jakarta... bahkan bisa mengagetkan secara internasional.