Sahabat, itu biasanya lebih abadi daripada istri loh. Jarang kan kita mendengar ada mantan sahabat? Jarang dan janggal tuh. Tapi kalau mantan pacar, mantan istri, ada. Persahabatan biasanya terjadi dengan proses yang matang dan cukup lama. Dalam persahabatan ada ketulusan untuk saling menerima dan berbagi. Ada rasa saling menyenangkan satu dengan yang lain. Tidak ada rasa cemburu dan lain sebagainya. Seorang sahabat saling mengakui dan menghargai. Meskipun kenyataannya ada persahabatan yang putus, tapi sebutan bekas sahabat tidak ada. Meskipun putus, rasa itu akan tetap ada.
Berbeda dengan cinta. Cinta yang romantis itu biasanya egois. Karena, ketika seseorang mengatakan aku mencintaimu, di situ berarti sebenarnya aku mencintai diriku dengan memilikimu. Maka ungkapannya bermakna, aku mencintaimu maka cintailah aku. Hehehe... padahal hubungan Prabowo dan Jokowi tidak ada unsur cinta dan romantisnya. Bagi saya yang menarik adalah ungkapan Jokowi bahwa Prabowo itu sahabatnya. Kira-kira, Jokowi jujur apa bohong ya? Semoga saja jujur. Atau jangan-jangan itu harapan a la orang Jawa?
Semoga kita ingat, beberapa waktu sebelumnya Jokowi menyebut Prabowo sebagai seorang patriot sebagai balasan sebutan serupa untuk Jokowi dari Prabowo. Artinya mereka berdua sudah mengakui bahwa pihak lawan adalah Patriot. Jadi, kalau yang didukung saja bersahabat, bisa saling memuji, dan membuat pengakuan, harapannya yang di bawah tidak lagi gontok-gontokan, saling menghujat dan menjatuhkan.
Meskipun kalau mau dibaca secara lain juga bisa. Terdengar kabar bahwa kubu Prabowo Hatta dan kubu Jokowi JK akan mengadakan rekonsiliasi. Penggagasnya tentu saja dari pihak yang menang. Ini bukan sesuatu yang istimewa. Hanya saja, karena rekonsiliasi itu tak kunjung terjadi, kemudian Jokowi mengatakan tak perlu ada rekonsiliasi, kan kita ini bersahabat. Nah, bisa saja ungkapan ini seperti seperti seorang wanita. Konon, wanita itu kalau ngomong "aku benci kamuuu..." itu artinya bisa berbeda. Apalagi sambil menunduk dan tersipu-sipu. Atau kadang-kadang ada wanita yang bilang pada kekasihnya, "aku mau pergii... jangan ikuti aku yak!!" Begitu tidak diikuti beneran, si wanita bilang, "kamu ga peka..."
Maka, kalau mau membuat komunikasi politik yang baik, bahwa Jokowi dan Prabowo adalah lawan dalam kompetisi PILPRES tapi kawan dalam menghidupi demokrasi Indonesia, sebaiknya simbol-simbol persahabatan tetap dibuat. Saling kunjunglah, salaman, dan membuat komitmen bersama. "Saudara Jokowi, kamu jadi presiden aku yang mengawal yak... aku yang menegur kalau kamu salah langkah...."
[caption id="attachment_320389" align="aligncenter" width="318" caption="Meski berdebat, tetap sahabat. gambar dari citarasapks.blogspot.com"][/caption]
Kali ini kita belum tahu, bagaimana pandangan Prabowo terhadap Jokowi. Hampir semua membandingkan Prabowo dengan Foke. Foke yang dulu dianggap pecundang karena kalah, sekarang kelihatan lebih ksatria. Kalau melihat dari pengalaman, bagaimana Megawati juga tidak bisa 'legowo' pada SBY, kita tidak menginginkan itu terjadi. Jujur, saya sebenarnya ngiri dengan Amerika Serikat. Di sana, setiap upacara hari kemerdekaan, Presiden bersama para mantannya, eh mantan presiden, kelihatan ngumpul dan salaman. Regenerasi dari SBY ke Jokowi sepertinya tidak terlalu kacau. Wajar, karena SBY tidak ikut berkompetisi. Tapi kebesaran hati seorang patriot itu dipertaruhkan dalam diri Prabowo, sekarang.
Kalau mau, barang kali Prabowo bisa belajar dari PDIP. Apa yang dituai PDIP sekarang adalah buah perjuangan selama dua periode menjadi oposan. Jadi kalau mau menunggu, 5 tahun lagi akan digelar, Prabowo, Gerindra, dan Koalisi Merah Putih bisa menikmati hasil atas perjuangannya kemudian. Ah, tapi juga politik, koalisi permanen akan indah di atas kertas. Tapi kalau bisa mewujudkan, yakin, sayapun akan ikut mendukung koalisi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H