Lihat ke Halaman Asli

Herulono Murtopo

Profesional

Tahu Rumus Phytagoras, Tak Tahu Siapa Phytagoras: Sebuah Catatan Kaki Pendidikan Kita

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14137133661812637941

Sering saya bertanya, "kalian tahu phytagoras?"

Sebagian menjawab, "tahu pak... A kuadrat plus B kuadrat sama dengan C kuadrat."

Yang lain menambahi, " atau akar dari A kuadrat plus B kuadrat..."

"Ga... pertanyaan saya, kalian tahu phytagoras?"

Mahasiswa mulai bingung. Apa sih maksudnya. Lalu ada yang nyeletuk, "tahu pak... penemu rumus phytagoras..."

Di situlah saya merasa jadi bodo. Kan jawaban mereka benar. Lalu saya meneruskan, "kalian tahu, siapa phytagoras yang menemukan rumus phytagoras ini?"

Sebagian malah ada yang nyeletuk... "Loh... phytagoras ini nama orang ta?"

______________________________________

Saya bukan mau mengatakan bahwa proses pembelajaran selama pendidikan dasar dan menengah ini salah. Tidak. Toh para murid sudah terlalu banyak beban dengan materi pelajaran. Masa iya mau dipersulit lagi. Tapi gini loh, sebagai sebuah catatan kaki pendidikan kita, akan lebih menarik kalau ketika mempelajari rumus-rumus tertentu dan juga pandangan-pandangan tertentu kalau dalam ilmu sosial, kita sedikit memperkenalkan sosok-sosok ilmuwannya.

Adalah abad renaissance (baca: renaisong) yang mulai menyadari perlunya metodologi-metodologi ilmiah tanpa campur tangan sesuatu yang berbau mistik. Ilmuwan-ilmuwan sekaligus filosof abad ini seperti Newton, Rene Descartes, Boyle, Leonardo Da Vinci, umumnya menyadari benar bahwa mereka bukanlah penemu-penemu metode ilmiah yang modern. Mereka hanya melanjutkan metodologi dan pemikiran yang sebelumnya pernah ada dan kemudian untuk sementara waktu tenggelam ketika abad skolastik mengambil alih peran filsafat sebagai pelayan teologi (ancila theologia). Hasrat mereka yang besar, mencoba untuk kembali mempelajari ilmu-ilmu klasik pra masehi untuk diterapkan lagi di masa-masa berikutnya. Itulah tonggak lahirnya sebuah modernitas yang mereka sebut sebagai kelahiran kembali, sebuah abad pencerahan yang di Jerman dikenal dengan Aufklarung. Kesadaran bahwa mereka hanya menemukan kembali, dan bukan menciptakan inilah sebentuk kerendahan hati para ilmuwan yang mencoba meluruskan science dari beban teologi.

Point saya apa? point saya adalah bahwa dengan mempelajari ilmuwan-ilmuwan klasik ini, terlepas nanti dari setuju atau tidak, ada hasrat ilmiah yang kemudian muncul. Keingintahuan yang mendalam. Itulah sebabnya, ilmuwan-ilmuwan ketika membuat sebuah penemuan baru, selalu didasari pada penemuan-penemuan sebelumnya dan dengan demikian disadari atau tidak, penemuan itu kemudian didedikasikan untuk para pendahulu yang menginspirasinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline