Lihat ke Halaman Asli

Hermina Surya

Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi-FISIPOL Universitas Gadjah Mada

Korean Wave Goes Local: Penyebaran dan Adaptasinya di Indonesia

Diperbarui: 6 November 2023   17:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis (Hermina Surya)

Teknologi komunikasi pada abad ke-21 ini memberikan tantangan besar bagi bangsa Indonesia. Meskipun perkembangan tersebut makin memudahkan masyarakat dalam berbagai bidang, terlebih bidang informasi dan komunikasi, namun tidak sedikit dampak negatifnya terutama dalam konteks mempertahankan identitas bangsa. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh perkembangan media dan globalisasi. Abad ke-21 saat ini dapat disebutkan juga sebagai abad di mana dunia masuk dalam era globalisasi. 

Dalam era globalisasi, media massa mempunyai peran yang penting dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Media massa mampu mempersuasi masyarakat bahkan mampu mengubah pandangan dan perilaku masyarakat. Globalisasi dalam aspek budaya mengacu pada transmisi simbol, ide, makna dan nilai dalam skala global, yang menyebabkan perubahan sistem makna dalam skala global untuk membuat sistem budaya yang serupa. 

Proses ini ditandai dengan meningkatnya konsumsi berbagai budaya populer, media, internet, dan perjalanan internasional yang merupakan elemen-elemen penting dalam tatanan konsep budaya. Peradaban dunia dalam jangka panjang, membuat semua pengalaman dan kebiasaan manusia menjadi sama karena semua budaya menyatu menjadi satu dan transformasi ini terjadi dalam skala makro termasuk kehidupan sehari-hari, perdagangan internasional, melalui komunikasi nirkabel bahkan budaya populer. Dalam 10 tahun terakhir, globalisasi budaya kian meningkatdan gaya hidup negara lain dipromosikan. Sadar atau tidak, hal ini kemudian diadopsi oleh masyarakat Indonesia hingga menjadi sebuah indentitas baru. 

Salah satu contohnya adalah fenomena Korean Wave sebagai bentuk homogenisasi budaya di era globalisasi yang tidak dapat dipisahkan dari pengaruh teknologi. Teknologi memfasilitasi penyebaran produk Korea Selatan ke seluruh dunia hingga melahirkan Hallyu sebagai sebuah budaya global. Fenomena Korean Wave bisa dilihat melalui tayangan drama, film dan musiknya. 

Hal yang akan dibahas secara spesifik dalam tulisan ini adalah bagaimana Korean Wave mulai beradapatasi hingga membentuk suatu identitas baru dalam masyarakat Indonesia. Salah satunya dengan meningkatnya penggemar K-Pop (Korean Pop) merupakan produk industri musik Korea Selatan yang populer saat ini. Meskipun kemunculannya sudah ada sejak 20 tahun terakhir, namun saat ini K-Pop telah menjadi fenomena global dengan menampilkan sosio-politik, budaya, teknologi, dan bertujuan menjadikan K-Pop sebagai bagian integral ekonomi Korea Selatan. K-Pop dapat populer di dunia meskipun tidak memiliki pengalaman budaya dan sejarah penggemar yang berbasis di Asia.

Demam K-Pop bukan hanya melanda dunia, tetapi juga di Indonesia karena memiliki kedekatan geokultural sebagai bangsa Asia. Kemudian, K-Pop hadir dengan konsep boyband dan girlband. Nyatanya, demam K-Pop bukan hanya melanda remaja, tetapi hampir semua kalangan menyukainya. Hal ini dibuktikan melalui sikap fanatiknya menyaksikan penampilan bintang K-Pop saat melakukan pertunjukan di Indonesia. misalnya, salah satu girlband yang memiliki basis penggemar banyak di Indonesia adalah BLACKPINK. Hal tersebut dibuktikan melalui data jumlah subscriber youtube dari Blackpink (diakses per 16 Maret 2023) yang sudah mengumpulkan 85 juta subscribers. Tentu saja jumlah ini terhitung tinggi. 

Adapun girlband ini terdiri dari empat orang, yaitu Lisa, Jennie, Rose dan Jisoo. BLACKPINK membuat para penggemarnya semakin fanatik, hingga muncul sejumlah komunitas remaja yang didominasi perempuan dan laki-laki. BLACKPINK telah memberikan pengaruh signifikan terhadap aspek psikologis penggemarnya. Bukan hanya aspek fashion yang berusaha diikuti penggemar, namun penggunaan bahasa Korea di Indonesia kian populer. Hal ini didorong oleh fanatisme penggemar hingga membuat budaya Korea Selatan menjadi budaya yang cukup populer saat ini di kalangan remaja. Bahkan, mereka menyatakan ketertarikan dengan budaya populer Korea dengan mendistribusikan produk-produk seperti stiker, catatan, dan souvenir yang merupakan bagian dari akumulasi benda-benda modal budaya populer Korea. 

Selain itu, nama besar BLACKPINK, BTS, dan group musik Korea lainnya, tidak terlepas dari para anggotanya yang menjadi bintang bagi perempuan dan laki-laki saat ini. Penampilan anggotanya selalu menjadi sorotan para penggemar sehingga ingin selalu meniru penampilannya. Konstruksi penciptaan fantasi dan wacana ini dibangun melalui aspek teks dan konteks. Segala sesuatu yang bermakna pada dasarnya dapat disebut teks. Teks bukan hanya dilihat pada aspek gramatikal, tetapi dapat berupa unsur simbol atau visual, sedangkan konteks sesuatu yang memengaruhi produksi teks di luar teks itu sendiri. 

Munculnya group K-Pop telah membentuk fantasi dan wacana bahwa mereka adalah perempuan atau laki-laki yang ideal. Bagi perempuan dalam memilih fashion mereka dapat meniru BLACKPINK mulai gaya rambut dan cara berpakaian. Kemudian fantasi bagi laki-laki dalam memilih pasangan yakni perempuan seperti anggota BLACKPINK berparas cantik, kulit putih, dan energik. Hal tersebut menunjukkan bahwa teks membangun dunia sosial dan wacana beredar melalui dunia sosial yang kemudian berusaha diikuti penggemarnya (Collin, 2016). Hal inilah yang membuat Kim (2021) sampai mengatakan bahwa penampilan K-Pop merupakan bagian dari peragaan busana yang mengiringi penampilan mereka untuk membuat penonton senang hingga bertanyatanya tentang varian gaya atau fashion-nya.

Proses globalisasi nyatanya banyak membawa dampak bagi kita, baik itu positif maupun negatif. Mengikuti dan menerapkan berbagai tren luar negeri memungkinkan kita bisa beradaptasi dengan budaya global. Akan tetapi, fanatisme dalam memperkaya budaya negara lain juga akan menghapus identitas dan jati diri kita. Kebudayaan lokal atau etnis akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global. Pada era globalisasi saat ini, eksistensi kesenian rakyat maupun produk-produk asli di dalam negeri berada di titik yang rendah dan mengalami berbagai tantangan dan tekanan baik dari pengaruh luar maupun dari dalam. Tekanan dari pengaruh luar terhadap kesenian rakyat ini dapat dilihat dari pengaruh berbagai karya-karya kesenian populer dan juga karya-karya kesenian yang lebih modern, yang dikenal dengan budaya pop. Penyebaran Korean Wave memang tidak bisa kita hindari, namun pada akhirnya fenomena-fenomena seperti ini akan menjadi tantangan tersendiri untuk tetap mempertahankan identitas bangsa di tengah maraknya perkembangan arus globalisasi dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline