Lihat ke Halaman Asli

Suryono, Pejuang Nasib Alat-alat Elektronik Rusak

Diperbarui: 24 Juni 2015   15:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13650183021748900990

[caption id="attachment_252700" align="aligncenter" width="275" caption="Ilustrasi/Admin (kompas.com)"][/caption] “Aaargh!!!”, kerap kali kata itu terucap saat tiba-tiba saja peralatan rumah tangga kita tidak berjalan sesuai dengan kodratnya. Lantas apa yang akan kita lakukan? Membuangnya, membeli baru, atau mereparasi? Adalah seorang pria paruh baya bernama Suryono (58) telah menekuni bidang perbaikan alat-alat elektronik rumah tangga. Suryono memulai bisnis tersebut lebih dari 40 tahun silam. Sudah ratusan, bahkan ribuan alat-alat seperti televisi, radio, vcd/dvd player, ac, kulkas hingga bermacam jenis alat elektronik yang telah ia kembalikan fungsinya seperti semula. Membuka bisnis reparasi elektronik hingga dipercaya untuk bekerja sama dengan beberapa perusahaan elektronik ternama di Indonesia tentu tidak didapatkan begitu saja dengan mudah. “Sampai saat ini, lebih dari 40 tahun saya telah menekuni usaha reparasi barang-barang eletronik, mulai dari tv, radio, kulkas, ac, mesin cuci, blender, dan lain-lain dengan segala merk,” kata ayah dari 1 laki-laki dan 2 perempuan ini. Awalnya Suryono terpaksa menekuni usaha jasa perbaikan alat elektronik. Tuntutan untuk selalu bisa mandiri dan tidak membebani kedua orang tuanya lah yang membuat Suryono mau tidak mau bekerja setelah ia lulus dari SMA. Bidang jasa perbaikan elektronik rupanya memberikan peluang untuk Suryono berusaha. Banyaknya televisi dan radio yang sedang trend kala itu dibidik Suryono untuk mencari nafkah. Mujur ia memiliki teman yang mau menerimanya bekerja. Lambat laun banyak kenalan dan pelanggan yang justru datang langsung untuk membayar jasanya. Karena kepercayaan yang begitu besar, akhirnya ia putuskan untuk membuka sebuah toko reparasi elektronik bernama Megah Service di Yogyakarta. “Saya melihat kalau saudara-saudara saya sudah ada yang menikah dan bekerja. Pokoknya tidak membebani orang tua saya lagilah. Ya karena tidak melanjutkan kuliah, mau tidak mau saya harus mencari pekerjaan agar tidak membebani orang tua. Saya tertarik dengan reparasi elektronik karena pada saat itu sedang heboh-hebohnya radio dan televisi hitam putih di Indonesia,” ungkap Suryono, lelaki kelahiran 15 Oktober 1954 ini. Masa kecil Suryono boleh dibilang sangat sederhana. Ia tumbuh di keluarga keturunan Tionghoa yang memiliki pendapatan kecil. Ia pernah menghabiskan beberapa tahun bersekolah di Sekolah Mandarin. Namun, ia harus berjuang mencari sekolah baru karena sekolah lamanya tutup. Perjuangan hidupnya untuk mandiri dimulai saat peristiwa G 30 SPKI tahun 1965, peristiwa itu pulalah yang membuat sekolah lamanya tutup. Suryono dan teman-temannya akhirnya pindah ke Sekolah Bhinneka di Yogyakarta. Tidak ada pilihan lain bagi anak-anak keturunan Tionghoa saat itu. Peleburan antara kaum Tionghoa dan pribumi belum semudah sekarang. Ada ketakutan sendiri untuk berbaur dengan kaum pribumi. Tetapi justru melalui peristiwa itu, Suryono terbentuk menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri. “Awalnya saya menempuh pendidikan di Sekolah Mandarin, khusus untuk anak-anak keturunan Tionghoa. Sampai tahun 1965, saat terjadinya G 30 SPKI, sekolah itu ditutup. Mau tidak mau semua murid-muridnya harus mencari sekolah baru yang mau menerima mereka. Kebetulan saat itu Sekolah Bhinneka Yogyakarta mau menerima kami. Tidak ada kepikiran mau bersekolah di tempat lain karena minimnya informasi yang kami miliki. Selain itu, anak-anak keturunan Tionghoa pada jaman dulu tidak mudah untuk bergaul dan bergabung dengan anak-anak pribumi,” kata Suryono. Perjalanan panjang yang ia lalui kini telah membuahkan hasil. Saat ini ia memiliki 10 orang karyawan. Bukan hanya itu saja, ia telah dipercaya untuk bekerja sama dengan Panasonic, Paloma, Ariston, Kirin, Alleta, Suppor dan Wasser. Walaupun begitu, ia tetap mau melayani pelanggan yang membawa barang-barang elektronik merk lain. Menjadi mitra bisnis merk-merk ternama di Indonesia lantas tak membuat Suryono menjadi sombong. Ia tetap hidup sederhana dan mau menolong orang lain yang kesusahan. Terutama dengan barang-barang eletronik mereka. Podcast




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline