Lihat ke Halaman Asli

Urgensi Sertifikasi Halal Produk Pangan Olahan

Diperbarui: 2 Mei 2024   21:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BPJPH KEMENAG RI

Undang-undang No.33/2014, tentang Jaminan Produk Halal, rencananya akan mulai efektif berlaku pada 17 Oktober 2024 mendatang. Itu berdasarkan flyer sosialisasi yang diproduksi Kementerian Agama Republik Indonesia jauh hari, bahkan sebelum pandemi 2019 lalu. Pemerintah pun, melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama RI, memfasilitasi utamanya kepada para pelaku usaha makanan minuman skala mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dengan program bertajuk SEHATI (Sertifikasi Halal Gratis), yang sekarang ini masih bergulir. Dalam naskah ini, saya ingin berbagi tentang urgensitas sertifikasi halal untuk produk pangan olahan yang beredar di masyarakat.

Setidaknya, ada tiga poin yang saya bold di tulisan ini:
1. sebagai syiar Islam tentang pangan halal
2. konsumen dijamin mengkonsumsi produk pangan yang terolah secara terukur
3. adanya segmentasi produk halal di masyarakat

Final dari ketiga poin di atas adalah ummat Islam mendapatkan barokah Allaah ta'aala dan terjaga dari mengkonsumsi produk pangan tidak halal.

Pertama, ini adalah syi'ar Islam bahwa Pangan Halal itu bagian dari syari'at Islam. Indonesia mayoritas penduduknya gberagama Islam. Perlu dijamin bahwa produk pangan yang beredar di pasaran merupakan produk halal. Penentuan klausul Halalnya pun datang dari Allaah ta'aala, yaitu: 

yaa ayyuhan-naasu kuluu mimmaa fil-ardli halaalan thayyibaw wa laa tattabi'uu khuthuwaatisy-syaithoon, innahuu lakum 'aduwwum mubiin

"Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia (setan) bagimu merupakan musuh yang nyata" (QS Al-Baqoroh [2]: ayat ke-168).

..

hurrimat 'alaikumul-maitatu wad-damu wa lamul-khinziiri wa maa uhilla lighoirillaahi bihii wal-munkhoniqotu wal-mauquudzatu wal-mutaraddiyatu wan-nathiiatu wa maa akalas-sabu'u illaa maa dzakkaitum, wa maa dzubia 'alan-nushubi wa an tastaqsimuu bil-azlaam, dzaalikum fisq

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging hewan) yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang (sempat) kamu sembelih. (Diharamkan pula) apa yang disembelih untuk berhala. (Demikian pula) mengundi nasib dengan azlm (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik" (QS. Al Ma'idah [5]: ayat ke-3). 

Bagian awal dari ayat ke-168 dari Quran Surat Al-Baqoroh (surat ke-2 dalam Al-Qur'an) menyebutkan bahwa Allaah ta'aala menyeru ke seluruh umat manusia, bukan cuma ke ummat Islam saja, untuk mengonsumsi makanan halal dan baik. Halal itu, selain dari jenis bahannya, termasuk pula cara mengolah dan cara mendapatkannya. Klausulnya disebutkan pada ayat ke-3 Surat Al-Maidah (surat ke-5 dalam Al-Qur'an), seperti disebut pada artian kutipan di atas.

Kedua, Regulasi UU No.33/2014 tentang Jaminan Produk Halal merupakan upaya nyata pemerintah RI melindungi warganya, memudahkan, sekaligus menjamin, ummat Islam dalam mendapatkan produk pangan halal di pasaran. Mengapa harus halal?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline