Sabtu pagi penulis beserta isteri sudah berada di kereta api jurusan Tegal untuk suatu acara. Dan sekaligus ikutan libur bersama terkait hari Raya Isra Miraj Nabi Muhammad SAW dan libur Tahun Baru Imlek. Meskipun timbul pertanyaan juga, sebetulnya istilah libur bersama itu dari mana, dan liburnya bersama siapa ? Tetapi sudahlah yang penting sekalipun pensiunan seperti penulis sudah punya hak libur setiap hari, tidak ada salahnya ikut meramaikan moment ini.
Bertemu dengan saudara sekandung beserta keluarga yang sudah masuk golongan pinisepuh, tak menghambat untuk mengadakan liburan bersama ke kota Purwokerto dengan menyewa mobil Hi Ace Premio dengan seorang sopir yang masih terbilang muda, karena baru berusia dua puluh tahun.
Sepanjang perjalanan sambil menikmati musik tempo doeloe, sang sopir bercerita perjalanan hidupnya yang boleh dikatakan dari keluarga pas-pasan. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya, demi bisa menopang orang tua dan adik-adiknya yang masih bersekolah. Berawal dari tukang bersih-bersih dan cuci mobil rental, selanjutnya dia dipercaya bosnya untuk belajar maju mundurkan mobil. Sampai akhirnya dipercaya penuh untuk memegang salah mobil carteran sampai saat ini.
Dan bukan hanya itu saja yang penulis dapat peroleh sepanjang libur bersama dari hari Sabtu sampai kembali ke Semarang hari Selasa malam. Buat ukuran penulis, perjalanan yang boleh dikatakan panjang di tengah hujan lebat membuat tubuh ini rentan masuk angin. Begitu juga tubuh isteri penulis yang akhirnya tumbang karena terlambat makan dan sepanjang jalan Tegal--Purwokerto pergi pulang keterpa udara ac yang berhembus dari bagian depan mobil.
Rasa capai membuat kami berdua mencari tukang pijat sekedar melepas penat dan masuk angin. Dan rasanya menjadi menarik saat sore menjelang malam kemarin penulis berbincang-bincang dengan seorang tukang pijat. Usianya masih terbilang muda juga. Agak berbeda dengan beberapa tukang pijat yang pernah penulis kenal. Karena anak muda ini belajar menjadi tukang pijat dari ibunya secara autodidak.
Bahkan yang tidak penulis duga, ternyata anak muda yang sudah berkeluarga ini juga sudah bersertifikat dengan dasar-dasar pijat medis yang berkaitan dengan saraf dan struktur tulang manusia. Tidak kebetulan juga isterinya berprofesi sebagai tukang pijat. Jadi suaminya hanya memijat kaum pria, dan isterinya hanya memijat kaum wanita.
Di sela-sela pembicaraan, dia katakan, orang banyak bilang saya sudah mapan, hidupnya enak sekalipun dari hasil memijat. Mereka tidak pernah tahu bagaimana jatuh bangunnya kehidupan saya. Saya hanya percaya semua itu yang mengatur Tuhan, katanya. Sebuah rasa bercermin yang realistis.
Betapa tidak ? Karena masih banyak di sekitar kita hidup dan beraktivitas, anak-anak muda yang selalu mengandalkan harta dan jabatan orang tuanya, tanpa mau peduli dengan masa depannya sendiri. Yang penting hari ini hidup mapan, harta berlimpah dan tidak mau keluar keringat. Entah itu keringat dingin atau keringat panas. Kata syair lagunya Jamal Mirdad waktu penulis masih muda, yang penting heppy...!!