Lihat ke Halaman Asli

Herman Utomo

pensiunan

Raport....

Diperbarui: 15 Desember 2023   13:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

httpspixabay.comidillustrationsmengaudit-laporan-verifikasi-3737447

Sambil membaca berita dari handphone lewat media sosial yang banyak bersliweran. Sambil juga menyeruput teh wasgitel alias teh wangi panas legi dan kentel produk kota Tegal yang sudah lama penulis tidak kunjungi. Kedua telinga ini mencoba menangkap obrolan isteri dengan asisten rumah tangga yang baru saja datang. Sekilas dia bercerita tentang anaknya yang masih sekolah di tingkat sekolah menengah pertama, yang kemarin baru terima raport hasil penilaian sepanjang semester.

Dan rasanya sudah lama sekali penulis tidak pernah ambil raport, setelah anak bungsu lulus menyelesaikan sekolah tingkat atas di tahun dua ribu tiga belas yang lalu di kota Semarang. Masih ingat bagaimana ribetnya orang tua harus meluangkan waktu sejenak untuk bisa bertemu dengan wali kelas untuk bisa menerima raport dengan sedikit masukan untuk membangkitkan semangat anak-anak didiknya.

Tetapi sejujurnya ada juga kekuatiran dan ketakutan dari anak-anak yang bermasalah di dalam didikan di sekolahnya, dengan tampilan nilai yang bakal diperkirakan akan berwarna merah di raportnya. Seperti halnya saat penulis masih sekolah di tingkat sekolah menengah atas di tahun  seribu sembilan ratus delapan puluh satu. Ada seorang kawan yang demikian takut dan kuatirnya dengan orang tuanya, karena sudah mengira bahwa nilai di raportnya bakal merah membara sehingga sepertinya perlu segera memanggil pemadam kebakaran.

httpspixabay.comidillustrationsmengatur-gambar-koleksi-pos-3047724

Dan apa yang dilakukannya adalah sebuah kekonyolan. Undangan penerimaan raport dari sekolahnya bukan diberikan kepada orang tuanya, tetapi malah diberikan kepada seorang tukang becak yang mangkal di depan sekolah. Dengan berbagai alasan yang masuk akal, kawan ini akhirnya bisa minta tolong sama tukang becak untuk bisa mengambil raportnya. Tentu saja dengan memberikan upeti. Sebuah kisah yang kalau diingat membuat penulis berkerut dahinya. Koq bisa punya ide seperti itu ?

Memang pemahaman dalam materi pelajaran yang diberikan saat bersekolah hari lepas hari akan ditentukan saat terima raport. Apakah bernuansa hitam ataukah berwarna merah menyala. Di situ akan menentukan langkah-langkah berikutnya yang harus segera diambil. Akankah tetap di dalam zona kenyamanan, ataukah bereaksi untuk melakukan perbaikan ke depannya, setelah melewati berbagai soal-soal materi pelajaran, rintangan, cobaan dan ujian.

httpswww.pexels.comid-idfotonomor-dekorasi-dinding-1329292

Memang menjalani hidup di tengah persaingan yang makin meningkat dan kebutuhan hidup yang memburu, seakan sama saat bersekolah dulu dengan materi-materi pelajaran yang diperhadapkan. Bahkan irama untuk menjalani persoalan hidup rasanya jauh lebih keras daripada persoalan selembar raport sekolah. Karena ujungnya adalah sama. Lewat persoalan dan pelajaran-pelajaran kehidupan akan membuat kehidupan ini naik kelas dan naik ke jenjang yang lebih tinggi, atau malah tinggal kelas.

Bukan saja berkacamata untuk menilai dalam menghadapi kesulitan secara jasmani saja. Pada prakteknya kehidupan rohanipun harus dilewati dengan beberapa pencobaan dan ujian. Seperti halnya kejadian satu keluarga yang harus meninggalkan dunia nyata secara tragis dengan cara bunuh diri, hanya karena masalah hutang yang tidak bisa lagi dibayar. Apakah ini lepas dari nilai raport keimanan yang sesungguhnya ? Entahlah.

httpswww.pexels.comid-idfotokacamata-merah-di-permukaan-pink-1532244

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline