Mendeteksi ketidak wajaran dalam putaran mesin kendaraan yang sudah biasa kita tunggangi, rasanya tidak setepat teknisi bengkel yang sudah setiap harinya bergelut dengan raungan mesin. Ada saja yang membuat sesuatu tidak dianggap pas. Baik pengamatan dari getaran maupun dari pendengaran akan putaran mesin.
Menjelang sore penulis coba cek lagi keberadaan mobil yang sudah rapi dengan cylinder head yang baru terpasang. Uji coba radiator yang sudah mengalir konstan dan tidak ada lagi muncul gelembung-gelembung udara yang menandakan ada kebocoran di cylinder headnya maupun di mesinnya.
Berdua dengan si bos bengkel, test drive dimulai dari bengkel dan menyusur melalui gerbang tol Banyumanik hingga keluar di gerbang tol Ungaran. Tidak terlalu jauh memang, tetapi cukup rasanya buat test drive. Karena melewati jalan tol dengan tikungan, tanjakan dan turunan. Melalui rest area Ungaran, dari lawan arah terlihat sebuah mobil towing yang mengangkut sebuah mobil minibus.
Setelah dirasa cukup mencoba mobil yang beberapa hari dirawat, kami berdua kembali ke bengkel dengan perasaan lega. Tinggal memikirkan berapa biaya yang harus kami keluarkan. Karena sepanjang perawatan harus turun mesin. Dan tentu saja tidak menggunakan fasilitas BPJS. Apalagi situasi bengkelpun tidak senyaman rumah sakit berkelas.
Tidak disangka kami berdua, ternyata mobil towing yang tadi berpapasan di jalan tol, sedang menurunkan minibus dengan empat penumpangnya. Suami isteri dengan dua orang anaknya yang masih kecil-kecil. Satu anak yang masih di gendongan ibunya dan seorang lagi perkiaraan berusia tiga tahun. Mendadak ada perasaan ingin tahu kenapa bisa ikutan karnaval seperti yang penulis alami dengan menumpang towing.
Tenyata mereka berempat dari Jakarta dengan tujuan Kediri, karena diberi kabar, kalau orang tua si ibu ini meninggal dunia. Sebuah perjalanan jauh dengan minibus yang kayaknya layak hanya untuk seputaran kota-kota saja. Tetapi tentu saja karena berita duka, mereka segera bergegas berangkat tanpa pikir panjang lagi. Sebuah hal yang bisa dimaklumi.
Perjalanan Jakarta-Kediri yang diperkirakan normal, ternyata hanya sampai kota Madiun saja. Karena mendadak mobilnya overheat dan mati. Dengan terpaksa mobil dibongkar di sebuah bengkel dan mereka berempat melanjutkan perjalanan ke Kediri dengan angkutan yang ada. Dan bisa dibayangkan, ternyata sesampai di Kediri jenasah orang tuanya sudah dimakamkan.
Cerita masih berlanjut. Ketika mereka kembali dari Kediri untuk mengambil mobil yang dirawat, mereka dikejutkan dengan tagihan bengkel yang boleh dikatakan amat sangat mahal. Saking meradangnya, si bapak mengeluarkan nota-nota tagihan bengkel, yang totalnya mendekati angka enam juta lima ratus rupiah. Lebih mengagetkan lagi, di dalam tumpukan nota ada tagihan minum teh sebersar dua ratus ribu rupiah.